Sabtu, 25 Desember 2010

Seminar dan Debu di Rumah Melayu

Oleh: Soraya
(NIM.F01109061) 

Kamis,16 Desember 2010
Terik mentari pukul 10.10 memanggang tubuh kami saat menuju lokasi acara FSBM ( festival seni budaya melayu ) tepatnya di rumah adat melayu. Setelah sampai di tempat tujuan, kami pun turun dari sepeda motor kemudian memarkir motor kami di halaman kantor BPS ( biro pusat statistik ) Kalimantan Barat yang berada berdampingan dengan rumah adat melayu. Setelah memarkir motor kami pun berjalan berdua-dua karena kebetulan kami pergi delapan orang kemudian kami menuju rumah adat melayu untuk melihat apa yang terjadi di dalam sana.
Kami pun tiba di depan gerbang rumah adat melayu. Kebetulan aku dan teman sebelahku berjalan paling belakang. Saat kami hendak masuk, tiba-tiba abang parkir sekaligus juga termasuk salah satu panitia diacara FSBM itu menutup pintu gerbang.” kenapa ini, apa hanya orang -orang tertentu saja yang boleh masuk? tapi itu mustahil, pasti orang ini sedang bercanda,” pikirku. Beberapa detik kemudian pintu gerbang itu pun dibuka kembali oleh abang itu sambil nyengir tidak jelas, Kami pun berlalu memasuki halaman rumah adat melayu. Setelah berlalu agak jauh dari abang parkir tadi, aku berbisik ke telinga teman sebelahku. “Mau macam-macam dia same kita, nanti ku laporkan same bapak wali kota baru dia tahu rase,” kataku disambut gelak tawa teman sebelahku.
Kami delapan sekawan ini langsung menuju tempat acara berlangsung yang kami pun tidak tahu acara apa yang sedang berlangsung saat itu.
Tek, tek, tek, tek ....
Suara sepatu kami cukup membuat gaduh sehingga menarik perhatian orang disekitar kami. Setelah sampai di lantai atas tempat acara sedang berlangsung, ternyata saat itu jadwalnya acara seminar. Terlihat oleh kami orang-orang yang berada di dalam ruangan itu mereka menggunakan pakaian serba rapi. Ya iya lah wong orang mau seminar, jadi mesti rapi he,he.,he. Sejenak kemudian kami memperhatikan penampilan kami masing-masing dari atas sampai bawah. “Baju kite jak tak rapi, macam mane mau masuk ke dalam,yang ada nanti kite kena usir pula,” Komentar salah seorang teman kami. Tanpa komando kami pun menuruni tangga dan mengurungkan niat untuk masuk kedalam mengikuti acara seminar.

Kami bingung mau ngapain, tetapi beberapa saat kemudian kami memutuskan untuk keliling-keliling melihat pameran-pameran yang ada disana. Pertama kami mengunjungi stan tanaman hias. Disana cukup banyak jenis tanaman hias yang dipamerkan, ada anggrek, kaktus, dan masih banyak lagi tanaman hias yang lainnya. Harganya bervariasi,tergantung jenis tanaman dan besarnya. Lumayan mahal-mahal harganya, sekilas aku melihat yang paling murah harganya Rp15.000,00. “ Hmmm bisa dapat bakso satu mangkok plus minumannya ni,“ gumamku. Dasar anak ekonomi, perhitungan,he,he,he. Kami kemudian berpindah ke stan accesories dan batik. Bermacam-macam accesories yang ada disana, ada pin, gelang ,bross jilbab, dan masih banyak lagi pernak-pernik lainnya yang bagus dan lucu-lucu. Kami melanjutkan perjalanan, sasaran sekarang adalah stan yang menjual sepatu. Saat asyik melihat-lihat sepatu dan sandal yang tersusun rapi di rak, tiba-tiba kakiku terasa tertusuk sesuatu. “Auw,” aku sedikit terkejut. Setelah aku lihat, ternyata dua batang paku telah menancap disepatuku. “ Alhamdulillah, untung tidak langsung menancap kaki,” gumamku. Kami pun berpindah lagi dari stan-stan tiap kabupaten dan kota di Propinsi Kalimantan Barat yang bermacam-macam bentuk hiasan bangunan dan isi stannya yang bercorak melayu. Diantaranya ada stan Kabupaten Pontianak, Kubu Raya, Kota Pontianak, Kota Singkawang, Kabupaten Sanggau, dan kabupaten-kabupaten lain yang ada di Kalimantan Barat. Setelah capek kami pun memutuskan untuk pulang.

Jumat, 17 Desember 2010
Di luar sana masih terdengar rintik-rintik hujan membasahi bumi Khatulistiwa sejak dari siang tadi. Padahal sekarang jam di atas meja belajarku sudah menunjukan pukul 19.00. Tadi siang aku dan teman-temanku sudah berjanji malam ini pergi lagi ke rumah adat melayu untuk melihat lagi rangkaian acara FSBM apa yang diadakan malam ini. Sempat terpikir olehku ingin membatalkan janji untuk pergi ke rumah melayu ini, melihat sampai saat ini hujan belum juga reda. Hpku berbunyi tanda sms masuk. Segera ku ambil hpku dan membaca isi pesan tersebut, ternyata isi pesan tersebut adalah temanku ingin mengajakku berangkat, entah dapat dorongan dari mana, aku pun langsung bergegas berkemas-kemas untuk berangkat. Tidak lupa sebelum berangkat kami menggunakan mantel karena melihat hujan masih deras. Serasa seperti drakula pake mantel,hi,hi,hi. Sepeda motor kami melaju menerobos rintik-rintik hujan yang mencoba menghalangi kami. Beberapa menit kemudian kami pun sampai di tempat tujuan yaitu rumah melayu. Saat hendak memarkir motor di depan gerbang rumah melayu, tiba-tiba salah satu penjaga parkir disitu menyuruh kami memarkir motor kami di kantor Biro Pusat Statistik Kalimantan Barat. Kami pun manut saja karena melihat memang disitu sudah tidak ada tempat yang kosong. Kami memutar motor kami dan menuju kantor Biro Pusat Statistik Kalimantan Barat untuk memarkir motor, ternyata disana juga sudah menunggu tukang parkir sekaligus juga panitia acara FSBM. Kami turun dari motor kami dan menyimpan mantel kami. Singkat cerita, ternyata oh ternyata biaya parkirnya Rp2000,00. “Mahal juga,biase jak Rp1000,00 ,” pikirku.
Kami berempat langsung berjalan menuju rumah melayu ditemani gerimis malam. Niat hati kami ingin keliling-keliling dulu, namun saat berada di stan tanaman hias melihat-lihat bunga, tiba-tiba terdengar sirine berbunyi, kemudian disela bunyi sirine sekilas terdengar oleh telinga kami seseorang yang berada disitu berkata “ debu datang ( maksudnya band Debu ),”. Tak nyangke,” kata kami. Mendengar penuturan orang tersebut kami bergegas memutar haluan dan berjalan menuju sumber sirine. Kami menuju pendopo yang saat itu sudah ramai di penuhi orang termasuk para wartawan. Kami berempat ikut duduk disitu menunggu Debu manggung dan juga menunggu salah seorang teman kami lagi yang mau datang menyusul kami. Saat kami duduk manis di pendopo, tiba-tiba dari belakang seseorang menyapa kami. Sepertinya beliau adalah salah seorang wartawan yang ingin meliput acara FSBM saat itu. Kami pun berkenalan denganya. Nama beliau adalah Pradono. Setelah berbincang-bincang dengan beliau, ternyata beliau adalah salah seorang alumni mahasiswa Universitas Tanjungpura Fakultas FKIP Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 1987. Sekarang beliau tinggal di jalan Adi Sucipto Gg. H. Kasim No.72 . Menurut penuturan beliau, beliau adalah termasuk salah satu pelopor berdirinya Sanggar Kiprah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tanjungpura. Lama juga kami berbincang-bincang dengan beliau dan kami juga sempat tukar biodata dengan beliau supaya nanti jika ada keperluan mudah untuk saling menghubungi. Saat kami berbicang-bincang tidak lama kemudian teman kami datang dan langsung ikut gabung dengan kami.
Debu belum juga manggung. Untuk mengisi waktu kosong dan supaya penonton tidak merasa bosan, pembawa acara membuka acara tersebut. “ Siape kate kena ujan Debu ilang, nyatenye mereka uda ade di dalam,” kata pembawa acara. Sebelum Debu manggung, terlebih dahulu kami dihibur oleh Rahel atau yang biase dipanggil bebe’ dan pak mude, mereka menyanyikan lagu galaherang dan aek kapuas. Setelah pak mude dan bebe’ selesai menyanyikan dua lagu tersebut, bule-bule pun muncul. Orang-orang yang semula duduk di pendopo bergegas berdiri dan berbondong-bondong menuju panggung, tidak peduli dengan cuaca yang saat itu sedang gerimis. Tidak ketinggalan kami pun turut berdiri dan menuju arah panggung yang saat itu debu sedang manggung. “Hmm ketemu bule, ndak nyangke,hi,h,hi,” gumamku. Sebelum mendendangkan lagunya, pembawa acara berbicang-bincang terlebih dahulu dengan para personil debu menggunakan bahasa campuran,he,he,he. Salah seorang personil Debu tersebut ada yang masih bocah berumur 10 tahun, lucu banget. Kalau tidak salah dia tugasnya main biola. Personilnya ganteng-ganteng dan keren-keren,he,he. Ada yang bernama Salim, Mujahid, Abdullah,dan entah siapa lagi tu namanya, aku lupa.
Menurut penuturan pembawa acara Debu sudah dua kali manggung di Pontianak. Saat di sela-sela mereka mengecek alat musiknya, pembawa acara meminta salah satu personil Debu yaitu vokalisnya mengomentari kota pontianak. “ Pontianak kotanya cantik dan masyarakatnya keren,” komentar vokalis Debu dengan suara khas bulenya. “Malam ini berapa lagu yang ingin kalian nyanyikan?” tanya pembawa acara lagi. Mungkin sekitar sepuluh atau belasan lagu,” jawab vokalis Debu. Setelah peralatan mereka telah siap, tidak lama kemudian mereka mendendangkan lagu pertamanya. Orang-orang bersorak ceria dan menikmat lagu yang dinyanyikan oleh Debu. Kami berlima harus celengok sana celengok sini untuk melihat debu karena banyak payung yang mengawang-awang di udara. Maklum lagi hujan. Saking kesalnya karena tidak dapat melihat dengan jelas, terdengar teriak seseorang dari belakang. “Payung ooy, turunkan,” diikuti teletukan-celetukan lain dari orang yang berbeda. Tak ketinggalan teman sebelahku pun ikut menggerutu “ Aog,ape yang orang tu bawa payung segale, tak pengertan dengan orang lain yang nonton di belakang, buat suasana keroh jak” diikut anggukan kepalaku mengiyakan tanda setuju sambil tersenyum.
Lagu demi lagu kami dengarkan dengan seksama, tidak lupa kami berfoto-foto dan memfoto serta merekam Debu saat bernyanyi. Setelah lagu ketiga selesai, kami sepakat untuk pulang karena melihat hari sudah larut malam. Ketika berbalik badan menuju pulang ternyata kami melihat banyak polisi yang berjaga dan mengontrol berlangsungnya acara tersebut. Kami tidak tahu juga acara itu berakhir sampai pukul berapa. Kami pun langsung pulang menuju rumah masing-masing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar