Jumat, 31 Desember 2010

Akhir dari Festival Seni Budaya Melayu VI MABMKB

Oleh: Rara Wiraswita (smile_akhwat07@yahoo.com)
(NIM.F01107012)

18 Desember 2010 pukul 17.35 tepatnya setelah hujan reda dan menjelang magrib, aku tergopoh-gopoh bersama Gadis berbaju batik (namanya memang gadis), hari itu ku sempat-sempatkan untuk datang karena hari itu adalah hari terakhir dari FSBM VI karena sungguh PPLku kala itu membutuhkan perhatian lebih dariku.
Saat ku datang dengan baju kuyup, aku sisiri semua daerah adat melayu itu,
“tak ada yang special” gumamku dalam hati,
sementara temanku Gadis masih sibuk dengan alur pikirnya akan laporan PPL.
“Ini memang pemaksaan Gadis, maafkan aku” menyesalku dalam hati.
Aku memerlukan sudut pandangmu sebagaimana engaku memerlukan aku sebagai pemadu jalan ke rumah Dosen malam ini juga.
Selewatnya kami memarkir motor yang dengan tariff Rp 2.000,- per kendaraan. Kami melangkah gontai menuju Rumah Adat Melayu yang layu diterpa hujan. Ku kunjungi setiap stand,
“cukup beragam” ucapakan ku untuk memecah kedinginan diantara kami.
Gadis hanya menatap, entah menandakan ia mendengar atau meminta pengulangan atas kalimatku. Aku senyum saja untuk melumerkan suasana.
Aku merasa situasi ini mulai tak nyaman, karena focus temanku tak bersamaku. Akhirnya ku cari panitia untuk ku tanyai jadwal festival hari ini. Aku bertemu tapi tak berani bertanya. Aku gugup karena mereka berbadan tinggi besar. Aku anggukan kepala saja kepada mereka.

Aku susuri kembali halaman bawah bagunan khas tersebut, ku melihat pintu terbuka yang cukup ramai orang-orang berada didalamnya. Ku lirik kertas putih yang menempel disamping pintu, “ini dia” tunjukku.
Ku lihat jadwal, “ehm… penutupan, baiklah mungkin hanya ini jatah untukku” bicaraku sendiri,
“yuk pulang” ajakku pada wanita yang sedari tadi terus mengutak-ngatik HPnya.
“hah? Pulang” jawabnya seolah kaget
“iya” jawabku singkat “kan masi mau ngejar tanda tangan dosen untuk laporan kalian? “
“tapi tugasmu?” balasanya yang terasa hawatir dengan ku.
“tar malam aja, sekarang gak ada apa-apa” responku sok menangkan.

Magrib kami habiskan dijalan, sampai isya pun masih dalam perjalanan tapi perjalanan pulang kali ini. Kuputuskan untuk pulang dulu, berganti baju, lantas baru mengejar acara penutupan festival.
Aku janjian dengan gadis, karena ia ingin tetap ikut walau sudah ku sarankan untuk istirahat di rumah sahaja.
Tepat pukul 20.30 sesuai jam janjian aku berada di jalan Sultan Syahrirabbdurrahman, dentuman meriam seolah menyambut kedatangku karena hiasan pengganti janur tak lagi sanggup menyapa para pengunjung, mereka seperti lelah.
Ku parkir si butut di kantor Gubernur lama, depan pintu kantor arsip daerah, “tada lagi tanah melayu untuk mu tut” ledekku pada si motor hitam.
Kujalankan kaki ku dengan berat karena gelap buat kantukku tak tertahankan, ku lihat langit yang menaungi Festival kebanggaan suku melayu tersebut penuh binar kembang api. Aku lewat pintu masuk, “sesak” itulah satu kata yang tepat untuk situasi kala itu. Aku berdiri kira-kira 5 meter dari LCD besar ke-2 yang terpasang disana.
Kuingat-ingat apa yang baca sore tadi, “ 20.00 – selesai: penutupan menampilkan juara-juara dari setiap perlombaan” itu yang terlintas saat ku mengingat.
Penutupan, kulihat di layar tersebut berisikan para lelaki yang menari. “inikah pemenang lomba tari?” pertanyaan ku sendiri yang pasti tak ada yang menjawab.
Ku terka-terka dimana lokasinya, ku miringkan kepala untuk melongokan pandangan pada panggung yang ada didepanku.
“kosong” kataku spontan. “gimana sih ada layar tapi gada sound” dumelku.
Aku paksa kan kaki untuk membawa diri lebih jauh, “naik keatas ajah ah”
“padat banget” aku mulai terhasut rasa lapar dan kantuk.
Ku jinjitkan kaki pada jendela, ah hanya ada kepala-kepala saja.
Kucoba ikut meramaikan antrian yang sudah sepertinya tak perlu lagi diramaikan.
“ada bule”
“liat tuh”
“yang mana, mana?”
“ih yang itu ganteng”
“ih coba liat ada banci… wakakakakakakaka”
“idih buncit…”
“udahlah pulang aja yuk”
“yuk bang cepat masuk”
Begituklah kata-kata yang berseliweran, tak tahu siapa yang bersuara, hanya ramai remaja saja di sekitarku.
Ku tegakkan kepala mendekati pintu masuk Rumah adat itu, kulihat laki-laki besar berkata “antri-antri, yang tertib, jaga barang berharga”
“jaga barang berharga” ulangku… kuhanya senyum-senyum,
kulihat didepanku pemuda memegang bahu pemudi yang ayu, “itukah barang berharga baginya” gumamku sendiri,
lihat ke kiri seorang wanita sebaya memegang erat tasnya, “itukah barang berharganya?” gumamku lagi.
Lantas aku melihat diriku sendiri, dan berdengung kalimat seruan “jaga barang berharga anda” langsung saja ku tutupi bagian depan tubuhku dengan tas yang kujinjing. Aku pun tersenyum geli sendiri,
“mau masuk saja bisa ada cerita begini” helaku setalah masuk.
Senyumku dari geli itu pudar ketika melihatnya, “oh tidak,” eluhku sembari menutupi muka dengan tangan kanan sendiri.
“ohw disini rupanya” sapanya
Aku terus saja jalan berusaha untuk melihat pentas di depan. Sungguh festival. Tempatku berdiri membuatku tak leluasa untuk memantau apa yang di tampilkan didepan sana. Dan sepertinya dia tahu gelisahku.
“yuk ikut aku kita kedepan” tukasnya.
Aku hanya mengkerutkan kening yang kukira itu bisa mewakili jawaban untuknya.
Saat di menunjukkan arah dengan berjalan duluan dariku maka aku mundur kebelakang, lantas dengan dengan sigap mengayunkan kaki ke arah yang berlaianan darinya. Dia kulihat menuju arah depan kanan. Maka aku ke kiri. Sekitar 5 meter dari panggung aku berdiri, kulihat sang pembawa acara
“bang cecep” ucapku lirih.
Guru teaterku dulu. Gelagatnya tak berubah. Tetap humoris dan kemampuan memadu-madankan kata yang tetap luarbiasa.
“yah kita tampilakan nyanyian beserta tarian khas dari para perempuan cantik” begitu kata MC perempuan yang tak kukenal.
Kulihat, ku tanyakan pada diriku sendiri “tergugah kah engkau Rara?” aku menggeleng.
“sudah tahu tidak menyukai musik, kenapa masih datang?” dailogku dalam hati
“karena tugas, bukankah engakau tahu sendiri” kilah Ruhku
“lha, kalo gitu harusnya kamu cari liputan yang membuatmu senang”
“masak,eeeeeehmmm.. kuliner khas melayu?”
“iya yah kenapa gak ngejar itu” kesalku sendiri. Ah sudahlah kita focus saja pada moment terakhir ini.
“Heiiiii” suara yang membubarkan dialogku sendiri.
“kok tadi gak ikut sih, tuh disana kosong” dia menunjuk kearah kanan panggung yang bagiku terlihat sama padatnya.
Aku diam karena bagiku itu tak perlu untuk dijawab.
“berikutnya adalah pemenang lomba biduan wanita terbaik” suara MC yang membuatku menatap panggung lebih serius.
Tak berapa lama keluarlah wanita, imut dengan pakean khas dayak. Ia menyanyi, entah lagu apa yang didendangkannya.
Aku terpaku ada wanita paruh baya yang duduk tak jauh dari ku berdiri, ia mempertemukan kedua telapak tanggannya dengan lembut. Mulutnya komat kamit mengikuti lafaz sang biduan. Matanya mencerminkan rasa senang yang tak terkira. Aku duga mungkin ibunya atau guru menyanyinya.
Lagu berakhir berganti dengan tepuk tangan yang meriah dari para penonton.
“kita lanjutkan dengan busana terbaik dari kota Singkawang, inilah dia para pragawan dan pragawati dari kota Singkawang” kurang lebih begitulah wanita berbaju merah didepan berkata.
Ku lihat lagi, baju teluk belanga, baju dayak, baju corak ingsang. Hanya tiga baju, begitu juga dengan yang pria.
“biase jak ye” si krudung hitam berkata pada sekelompok temannya.
“he’eh mamak aku punye tuh, telok belaga” yang lain menyahut
“telok belanga ke baju kurung?” yang berjaket bertanya
“saya numpang menyimak” izinku menyela dalam hati.
”he’eye ape bede?” yang lain ikut bingung sepertiku yang bingung juga.
“eh tapi cobe kau perhatikan ye, ngapelah baju itu tuh warnenye kuning, ngape tadak ijau, merah ke, ato ape keh? yang bertas selempang kali ini bersuara.
“mulai seru ni” responku dalam hati,
“ngape ye?” 1 diantra mereka bersuara menandakan mereka berfikir,
Ada yang serius menjawab “aku tahu, aku tahulah jawabannya” ia lanjutkan “ ituh tuh karna takdirlah, wahahahahahahahahahahaha” tawanya menutup jawabnya yang ngasal. Yang lain pun ikut tertawa dan aku pun juga jadi menahan tawa.
Setelah memperhatikan beberapa gaya yang dipertunjukkan untuk para penonton termasuk aku,
maka aku bertanya “kok gada biduan prianya ya?”
ku napak tilas, hem.. sepertinya pas aku aku masuk lelaki sedang bernyanyi disitu, iyakah tapi?
Kebingunganku hilang ketika sang pria berbaju kuning diatas panggung menyebutkan beberapa nama para pejabat teras, ada bupati sanggau, bupati singkawang dan bupati lainnya yang agak tak kuhiraukan karena telpon genggamku berbunyi,
“sms” kataku.
Kulihat 6 panggilan tak terjawab dan 11 sms,
Kulihat “Gadis Rizki Utami”
“ya ALLAH, ku alpakan dia, bukankah kami janji bertemu”
Ku coba telpon balik, suara tak jelas, ku matikan, ku lihat jam meunjukkan pukul 21.45 dan ku kirim pesan singkat yang berisikan “maaf ya Dis, kita miscom, ra juga uda mau pulang ni. Mendingan kita pulang aja yuk”
Aku pun pulang.
Akhir dari festival seni budaya melayu VI, majelis adat budaya melayu kalbar, MABMKB, mencapai cita memperteguh marwah bagiku adalah menyisakan Tanya,
“bedakah baju teluk belanga dengan baju kurung? Lantas kenapa baju khas melayu tersebut berwarna kuning (kebanyakan)?”
Selengkapnya...

Festival Seni Budaya Melayu

Oleh: Rostina
(NIM.F01109016)
Awal dari sebuah cerita yang menyebalkan, sore itu aku berencana pergi kerumah adat melayu yang terletak di kota baru. Menjelang magrib, hujan pun turun dengan derasnya disertai angin yang kencang, aku mulai bimbang dan berkata dalam hati “ iiiiii...hujan pula”.
Jempol ku mulai sibuk, merangkaikan beribu – ribu kata kepada seseorang sebagai ungkapan rasa kesel, tapi yang lebih membuat kesel lagi teman ku hanya berkata “ sabar “, huffff sabar melulu, ujar ku.
Hujan semakin deras, angin semakin kencang dan aku pun semakin resah dan bosan menunggu datangnya reda.
Terdiam aku di antara hujan – hujan, enggak tahu kenapa tiba – tiba saja timbul rasa penasaran di benak ku yang membuat ku benar - benar ingin tahu dan bertanya – tanya didalam hati, ada apa di dalam rumah adat melayu itu, ada kegiatan apa dan dalam rangka apa kegiatan itu di adakan.
Lama...lama...lama...hujan pun hampir reda dan aku pun mulai tersenyum sambil berkata “ Terima Kasih Ya Allah “dan aku pun segera mengajak teman ku, aku sudah siap dan hujan pun sudah reda tapi teman ku tak juga datang – datang, yah...kesel ku yang tadi sudah hilang sekarang datang lagi, aku coba menghubungi teman ku lewat via sms dan jawabannya “ lagi di perjalanan”. Aq coba sabar untuk menunggu meskipun sebenarnya aku sangat benci dengan yang namanya menunggu, benar – benar membosankan !

Setelah 30 menit kemudian Dia pun datang, nasib memamg nasib...di saat mau pergi gemuruh hujan pun datang lagi, Ya ampun...hujaaaaaaan stop lah dulu, ujar ku di dalam hati. Sekitar jam 21.15 WIB hujan pun reda, aku dan teman ku pun segera pergi.
Sesampainya di lokasi Rumah Adat Melayu, tidak seorang pun yang aku lihat di halaman kecuali orang – orang yang menjaga parkir. Aku dan teman ku terus masuk, saat mau masuk tiba – tiba ada yang memegang tas ku dan bertanya “ dari mana kamu?” setelah aku lihat ternyata beliau adalah kakek ku, Ya Rabb...malu malu malu...ketahuan deh ada seorang body guard di samping ku.
Aku dan teman ku langsung saja masuk menuju ruangan, aku memperhatikan satu persatu yang ada di setiap sudut di ruangan itu, bermacam – macam karakter orang yang aku temui, ada yang rendah dan ada yang tinggi, ada anak kecil, ada orang dewasa, ada orang tua bahkan ada nenek – nenek. Aku terdiam bingung mau ngapain, setelah ini kita mau ngapain lagi ? tanya teman ku, “ ikut saja “ jawab ku.

Upsss...sepertinya ada yang memperhatikan ku, ternyata benar ! tu orang mendekat,dengan gaya sok kenal sok dekat langsung saja aku bertanya...” maaf mas mengganggu, kalau boleh tahu ini acara apa ya ? di adakan dalam rangka apa? Dengan wajah seramnya dia tersenyum, wow meski wajahnya serem tapi ramah juga ni orang, ujar ku di dalam hati.
Orang itu begitu ramah, Dia banyak memberikan penjelasan kepada ku tentang kegiatan ini. Sebelum Dia menjelaskan kepada ku kami sempat berkenalan, Dia bernama Dini Peng berasal dari kota Singkawang, Dia adalah salah satu panitia di kegiatan tersebut.
Ini merupakan Festival Seni Budaya Melayu, yang bertema “ Mencapai Cipta Memperteguh Marwah”, ujar Dini Peng. Kegiatan Seni Budaya Melayu selalu bergilir dari satu Kabupaten ke Kabupaten lain, sebenarnya kegiatan ini di laksanakan di Kabupaten Kapuas Hulu, tapi berhubung Rumah Adat Melayu di Kabupaten Kapuas Hulu belum jadi maka kegiatan ini di adakan di Kota Pontianak, kegiatan ini berlangsung dari tanggal 13 s/d 18 Desember, kegiatan ini 100 % menggambarkan ciri khas dari Melayu, ujar Dini Peng.
Selain kegiatannya yang menarik, ternyata Seni Budaya Melayu ini mempunyai visi dan misi. Adapun visi dari Seni Budaya Melayu ini yaitu pusat unggulan untuk pengkajian, pelestarian dan penanaman nilai – nilai luhur dalam khanazah budaya melayu.
Adapun misi dari Seni Budaya Melayu yaitu :
1. Melakukan pengkajian dan penelitian terhadap khanazah tulisan arab melayu dalam kultur masyarakat Indonesia.
2. Melakukan sosialisasi dan pengkaderan generasi melek tulisan arab melayu dalam rangka meneguhkan jati diri bangsa Indonesia.
Banyak wanita cantik – cantik dengan pakaian yang berbeda – beda , dengan menampilkan lagu yang berbeda – beda dan suara yang berbeda – beda pula. Ada yang menyanyikan lagu Zapin, ada yang menyanyikan lagu lagu Seroja dan banyak lagi lagu khas Melayu lainnya.
Seorang wanita dan Pria menggunakan pakaian yang tampak asing di mata ku, aku penasaran...yah aku tanyakan saja sama Dini Peng, ternyata benar pakaian wanita dan pakaian pria itu berbeda – beda namanya. Pakaian wanita di namakan baju kurung, sedangkan pakaian pria dinamakan telok belanga, Hmm...aku tertawa didalam hati setelah mendengar nama pakaian pria, yaa...terasa aneh saja untuk di dengar, Telok Belanga !
Setelah berlama – lama di dalam ruangan aku dan teman ku pergi ke luar,tepatnya disudut kiri tangga masuk, aku melihat ada banyak pameran lukisan di sudut Rumah Adat Melayu tersebut, di antaranya ada lukisan Rumah Adat Melayu bertuliskan Keraton Aman Tubillah, di lukis oleh Jairis dari Kabupaten Pontianak. Ada lukisan bunga, lukisan pulau, lukisan batu – batuan,lukisan pantai dan banyak lagi jenis lukisan lainnya.
Ada lukisan pemandangan Pesona Pantai Tanjung Bawang ketapang, ada lukisan sepatu dan sandal dengan bermacam – macam warna dan dengan berbagai model yang di lukiskan oleh Bani Hidayat dari Sanggau.
Seorang Bapak berkata “ silahkan dilihat dek “, oh iya pak terima kasih, jawab ku. Stttt...terselit fikiran di benak ku, “ mau bertanya saja lah tapi mau bertanya apa ?”. yah meskipun agak ragu tapi aku coba beranikan diri untuk bertanya, aku mencoba mendekati lukisan yang ada di dekat Bapak tadi dengan harapan dapat langsung bertanya, langsung saja aku bertanya , “ Maaf pak mau nanya “,,,nanya apa dek ? jawab bapak, Hmm...pameran lukisan ini di jual ya Pak ? Oh iya di jual, sudah lumayan banyak yang membeli, Ooooh...! seru ku.
Bapak tadi berkata bahwa setiap pameran ini mempunyai makna tersendiri, salah satu di antaranya adalah lukisan sepatu, lukisan sandal dengan bermaca – macam warna dan model. Lukisan itu menggambarkan keadaan di masyarakat melayu yang bearti tidak ada perbedaan, Oh begitu ya Pak ? Hmm...terima kasih, ungkap ku.
Aku dan teman ku langsung menuju ke pintu luar bertujuan untuk pulang, tapi sesampai di tangga turun aku melihat banyak orang di bawah gedung, aku mengajak teman ku untuk kesana, awalnya Dia enggak mau tapi setelah melihat wajah manyun ku akhirnya Dia mau juga..
Disitu banyak sekali orang – orang yang berjualan, di antaranya jualan accecories seperti kalung, gelang, cincin, bros dan banyak lagi accecories lainnya yang lucu – lucu dan unik. Selain itu ada juga yang menjual peralatan rumah tangga seperti piring, sendok, ember, panci dan banyak lagi barang – barang perlengkapan rumah tangga lainnya.
Ada juga yang menjual pakaian yaitu baju – baju batik dengan berbagai macam warna, berbagai macam motif dan berbagai macam harga. Ada juga yang menjual tas dengan bermacam – macam bentuk, bahan, warna dan harga, ada yang menjual sepatu dan yang lebih menarik lagi disitu ada yang menjual makanan kerupuk basah asli dari Putussibau.
Waaah...kebetulan malam itu aku lagi lapernya, aku dan teman ku pun langsung saja memesan dua porsi kerupuk basah tadi.
Setelah makan sekitar pukul 22.00, aku dan teman ku pun langsung pilang. Yaa...begitu lah kisah ku di malam itu, benar – benar menarik meskipun ada yang menjengkelkan dan menyebalkan.
Sekian lah cerita dari saya tentang Festifal Seni Budaya Melayu yang saya datangi malam itu, semoga cerita ini dapat menambah pengetahuan kita semua tentang apa itu Seni Budaya Melayu, apa kegiatannya dan dalam rangka apa kegiatan itu di laksanakan.
Selengkapnya...

Cuci Mata Ke Rumah Melayu

Oleh: Chomsiah
(NIM.F01109005)

Rabu 15 Desember 2010, sekitar pukul 11.00 WIB, menggunakan motor bututku, aku dan Veni mengunjungi kantor balai pusat statistik (BPS) Pontianak guna mencari data pendapatan asli daerah. Panas terik matahari membuatku semakin laju mengendarai motorku. Tanpa sepatah katapun keluar dalam perjalanan seolah selaras dengan keadaan kulit yang terbakar, hati terasa gersang membaca ketidakikhlasan sahabat, mulut terkunci rapat, diam seribu bahasa.
Tit! Tit! Tit!
Di depan kantor BPS yang letaknya bersebelahan dengan rumah melayu. Motor dari arah berlawanan tidak sabar untuk diberhentikan karena aku hendak menyeberang, maklum panas matahari memang sedang tidak bersahabat. Dalam hati aku bergumam, “ada apakah gerangan? Mengapa kantor yang biasa paling sepi sedunia mendadak ramai bak pesta raja sehari? Pakai banyak tukang parkir segala, pemerintah sudah kaya kali ya?” ujarku dalam hati.
Perlahan namun pasti kuperhatikan dengan jeli, mata terbelangak, hidung memanjang, dan telinga melebar. Pertanyaanku terjawab sudah, ternyata suara ramai yang memecah hiruk-pikuk kota Pontianak bukan berasal dari kantor BPS tetapi dari sebelah gedung BPS, yakni rumah melayu. Selidik punya selidik ternyata di rumah melayu ada festival budaya melayu.
Mencoba memecah kesunyian, aku berbicara.
“Ven setelah kuliah besok kita pergi ke rumah melayu yok?” kataku pada Veni.
“Yok lah.”, jawab veni.
Hari kamis tiba, artinya mata kuliah bahasa Indonesia berlangsung, sungguh tak kuduga ternyata tugas laporan jurnalistik yang lalu diganti dengan membuat cerita naratif yang berasal dari festival budaya melayu. Aku pun semakin bersemangat untuk pergi ke festival itu. Selain karena aku ingin cuci mata dan mengintip budaya melayu tetapi ada manfaat lain yaitu mencari tugas.

Setelah jam kuliah pertama selesai, aku pergi ke kantor BPS kembali untuk mengembalikan buku yang ku pinjam, hati ini ingin sekali mampir ke rumah melayu karena aku dihantui rasa penasaran tetapi sedih luar biasa kurasakan saat kuingat ada hal yang tak bisa ditinggalkan yaitu salat zuhur dan setelah itu aku harus masuk kuliah kembali. Karena yakin semua akan indah pada waktunya, maka ya sudah lah buat apa difikirkan mungkin aku memang harus sabar menanti waktu yang tepat itu tiba.
Dosen yang mengajar kami siang itu tidak hadir, aku dan teman-teman sudah berjanji setelah makan siang berangkat ke rumah melayu. Tetapi apa yang terjadi hujan lebat mengguyur kota Pontianak sampai malam hari sehingga mematahkan semangat juangku. Akhirnya hasratku untuk bertandang ke rumah melayu harus ditunda lagi sampai hari Sabtu karena hari Jumat skedulku sudah padat merayap.
Huh hah
Aku menarik nafas dalam-dalam kemudian kulepaskan kembali. Otakku berfikir keras, apakah tidak bisa dipercepat? Pikirku. Hari Sabtu itu sudah penutupan, apa yang mau dilihat? Masak iya mau menceritakan kendaraan yang berlalu-lalang saja, ih….tak kreatif sekali, bagaimana mau dapat nilai A kalu tidak ada usaha. Hatiku berkecamuk seolah berperang antara ruh baik dan ruh jahatku.
Jumat, pukul 09.20 WIB
Aku menanti kedatangan dosen sambil termenung di kelas, masih terbayang-bayang akan rumah melayu. Setelah setengah jam menunggu, ternyata dosen tidak hadir.
Yes! Yes!
Suasana gaduh di dalam kelas karena kegirangan termasuk juga aku. Tanpa berfikir panjang aku dan teman-teman langsung bergegas meninggalkan ruangan dan menuju rumah melayu padahal kampung tengah juga sudah berteriak meminta jatah, tetapi saking semangatnya semua itu tidak aku pedulikan.
Sesampainya di rumah melayu, ternyata sepi tetapi itu tidak menyurutkan semangatku. Seakan hilang ingatan tidak lagi ingat kalau hari Jumat, orang salat jumat. Akhirnya aku harus menunggu lagi sampai orang selesai salat jumat. Menunggu adalah hal paling membosankan, daripada waktu terbuang sia-sia dan yang ditunggu juga tidak jelas apa karena aku tidak tahu jadwal kegiatannya.
Aku memutuskan untuk berkeliling melihat-lihat orang berjualan. Mereka menjual barang-barang hasil kerajinan tangan seperti gelang, kalung, cincin, topi, tas. Selain itu, ada juga masakan kuliner dan tanaman hias. Barang-barang yang dijual cukup unik tetapi berhubung persediaan uang sudah menipis aku harus menahan hasrat belanjaku yang kadang tidak terkontrol seperti motor tanpa rem.
Pundak terasa pegal, mulut menguap, mata berkaca-kaca, pandangan tidak lagi jelas itu artinya staminaku sudah habis dan kalau tidak langsung istirahat bisa pinsan karena aku menderita tifus. Aku mengajak teman-teman istirahat di tempat yang teduh agar dapat melepas penat walau sejenak.
Ketika kami istirahat, ada panitia yang lewat. Dengan suara mendayu-dayu aku bertanya,
“Kapan acaranya mulai kembali, Pak?” tanyaku pada salah satu panitia.
“Nanti sebentar lagi juga mulai, tunggu saja!” jawabnya.
Apa yang dikatakan panitia ternyata benar, tidak lama kemudian pameran lukisan dibuka. Tanpa memikirkan kondisi tubuh, aku melihat satu-persatu lukisan tersebut. Lukisan yang ada bermacam-macam judul, ada sungai desa lubuk batu, pohon ditepi sungai gunung, pantai kijing, suasana pulau temajo, pemandangan dibawah kaki gunung, tidak ada perbedaan, dan masih banyak lainnya.
Dari kesekian banyak judul yang ada, yang paling menarik perhatianku adalah lukisan yang berjudul tidak ada perbedaan karya dari Bani Hidayat asal Kabupaten Sanggau. Aku sangat terkesan bukan karena berasal dari kabupaten yang sama denganku tetapi karena lukisannya yang sederhana, simple, dan penuh makna.
Bentuknya hanya seperti sandal dan sepatu, kemudian ada kaki orang yang sedang salat. Dari gambar dan judulnya makna yang kutangkap sangat mendalam yaitu menyiratkan tentang derajat manusia yang sama di hadapan Allah SWT, tidak memandang status dan strata sosial.
Dug dug
Gema yang menghentak bumi khatulistiwa, menyedot perhatian pengunjung tak terkecuali aku. Dengan tergopoh-gopoh aku menyusuri jalan menuju panggung tempat suara itu berasal. Di panggung terdapat banyak orang bermodel bule, dengan jarak pandang yang tidak efisien aku tidak mengenali siapa yang berada di panggung.
Setelah kuperhatikan dengan seksama, ternyata Debu yang salah satu lagunya merupakan lagu favoritku. Debu sedang cek sound dan kukira setelah fiks langsung tampil. Di bawah terik sinar matahari, aku dan pengunjung lainnya menunggu penampilan Debu. Setelah lama menanti ternyata penampilan Debu akan diadakan malam harinya. Aku tidak bisa menyaksikan penampilan Debu merupakan kenyataan yang sungguh mengecewakan.
Aku belum beranjak dari rumah melayu karena ada satu lagi pemandangan yang tak biasa kulihat yaitu “SBK SCOOTER KAL-BAR” yang didesain dengan bentuk yang unik dan menarik layaknya sebuah kapal. Warnanya sangat menawan yaitu perpaduan antara warna kuning, hijau, dan orange sehingga manjadi penambah kemeriahan panggung.
Wujud apresiasi pengunjung terhadap “SBK SCOOTER KAL-BAR” adalah dengan memboyong keluarga dan sahabat berphoto di scooter tersebut. Selain itu, adapula yang terlihat sangat romantis bersama pasangan, baik yang masih pacaran atau yang baru menikah.
“Wah, asyik sekali serasa dunia milik berdua yang lain ngontrak,” kataku pada salah satu temanku.
“Jangan bilang kamu kepingin,” sahut Hasanah.
“Ya gitu deh,” jawabku.
Selengkapnya...

Pameran Lukisan

Oleh: Qiroatul Hasanah
(NIM.F01109025)

Tanggal 16 Desember 2010 pukul 10.00 pagi, saya dan teman-teman (Nurul,Rayesti, Eno, Woro, dan Ka’Aya’)pergi kerumah adat melayu yang mengadakan festival seni budaya melayu se Kalimantan Barat. Kami tidak langsung ke tempat dimana acara tersebut di selenggarakan tapi, kami mengembalikan buku ke gedung sebelahnya yaitu BPS (biro pusat statistik). Setibanya di BPS ada teman saya (Nurul) yang mengatakan:
“kita parkir disisni aja (depan BPS) aja kan lumayan gratis uang parkir”
Kemudiaan saya menjawab:
“okelah kalau begitu, itu ide yang bagus”
Kami menuju rumah adat melayu untuk melihat secara langsung kegiatannya, sebelum masuk ketempat di selenggarakan festival seni adat melayu kami harus melewati pagar yang ada di depan gedung tersebut. Ketika kami sampai depan pagar itu ternyata ada seorang ibu yang kesusahan membuka pagarnya karena begitu banyak barang-barang yang di bawanya. Ibu itu berkata:
“dek, ibu minta tolong, tolong bukakan pagarnya”
Satu diantara teman saya namanya Rayesti membukakan pagar tersebut dan mempersilahkan ibu itu masuk duluan. Ibu itu mengucapkan:

“terimakasih banyak ya dek……”
Rayesti menjawab:
“sama-sama ibu”
Setibanya di gedung tempat acara itu diselenggarakan ternyata tidak ada kegiatan lomba ataupun kegiatan satu pundi tempat itu yang ada hanyalah seminar. Saya bertanya kepada teman-teman :
“ apakah kita mau masuk”?
Ka’ Aya’ menjawab:
“dek-dek, acara resmi seperti ini kita mau masuk dengan berpakaian seperti ini (kaos dan celana)”
Saya menjawab:
“ya udah kalau tidak masuk, kita cari pemandangan yang lain aja….”
Teman-teman pu bergegas untuk mencari pemandangan yang lain sambil menunggu ada kegiatan lomba-lomba yang akan diselenggarakan pada hari itu, sambil menunggu kami jalan-jalan disekitar gedung itu melihat berbagai macam tanaman, pakaian, aksesoris dan lainnya yang di jual untuk ikut serta meramaikan acara tersebut. Kemudian saya berbicara sambil berjalan
“kenapa diantara kita tidak ada yang membeli pernak-pernik yang di jual itu”
Eno’ dan woro menjawab:
“lagi pada kere semua beb…….”
Pada saat mengelilingi gedung itu, mata kami “cling……” tertuju kearah stand-stand setiap kabupaten yang ada di Kalimantan Barat dan melihat sebentar berbagai macam pernak-pernik dan aksesoris yang menghiasi stand-stand tersebut. Setelah mengelilingi gedung itu kami kembali ketempat acara festival aku di gelar dan ternyata seminar belum selesai juga. Kami semua bertekad untuk kembali kekampus lagi karena masih ada kuliah. Jadi, kami akan mengunjungi tempat itu dilain waktu.

Pada tanggal 12 Desember 2010, saya ikut meramaikan lagi rumah adat melayu tersebut. Saya berangkat jam 10.00 pagi dengan dua orang teman (Venni dan Chom). Setibanya di tempat tersebut ternyata apa yang terjadi, rupanya tidak ada kegiatan satu pun yang ada Cuma orang-orang bule’ yang lagi ceksound untuk vocal group.
Kami menunggu sampai jam 11.00 untuk melihat pameran lukisan , sambil menunggu pameran lukisan itu dikeluarkan kami duduk-duduk di kursi yyang berwarna merah yang ada di tepi-tepi pagar Rumah Adat tersebut.
Saya bertanya pada seseorang yang menjaga pos keamanan:
“Pak, kira-kira pameran lukisan ini pukul berapa akan di mulai”
Bapak itu menjawab:
Mungkin sebentar lagi dek, karena sekarang hamper jam 10.00”
Saya pun menunggu sampai pameran lukisan itu dimulai.
Pukul 11.30 kami sudah melihat pameran lukisan-lukisan yang sangat indah, diantaranya:
1. Lukisan sungai di sebuah desa “Lubuk Batu” dari kabupaten Kayong Utara karyanya Supriyono. Sungai itu sangat indah Karena di tepi-tepi sungai itu ada pohon-pohon yang besar dan indah.
2. Lukisan palong sukadana di ketapang karyanya Jamheri, ada berbagai macam pepohonan hijau dan indah yang menambah enaknya pemandangan di kaki gunung tersebut.
3. Lukisan pantai kijing di kabupaten Pontianak karyanya Jairis. Pantai kijing memang indah di tambah jenis batu-batuan yang ada di tepi panatai, pohon kelapa dan pepohinan hijau lainnya sehingga tidak heran lagi jika pantai kijing di penuhi oleh manusia-manusia yang menghuni bumi ini.
4. Lukisan keratin Amantubillah yang juga karyanya Jairis dari kabupaten Pontianak. Keraton Amantubillah di hiasi dengan berbagai macam bunga-bunga, pohon pinang dan meriam-meriam yang tepatnya ada di posisi depan Kerato Amantubillah.
Setelah melihat lukisan-lukisan tresebut kami pulang dan kami berpisah di jalan A.Yani karena saya lewat Jalan Veteran sedangkan teman saya masih mau ke gereja. Hampir mau berpisah saya bilang ke teman saya,
“Saya puluang duluan ya………….”
Teman saya menjawab:
“Iya, hati-hati ya……..”
Saya pulang sambil melambaikan tangan ke mereka
Da….da……….da………….teman
Selengkapnya...

Sang Pengalih Dunia

Oleh: Siti Uswatun Hasanah
(NIM.F01109053)

Sitttttttttttt…….
Rem berbunyi dari motor ku, berhenti di tengah kepadatan masyarakat untuk memarkir kendaraan tepat di depan gedung rumah adat melayu. Seseorang yang hitam legam dengan rokok yang menyelip ditelinganya mendatangiku kemudian memberikan secarik kertas parkir lalu meminta uang Rp 2000,- kepada ku. Dengan gegas aku pun mengeluarkan uang selembar yang kemudian kuberikan padanya sambil melihat ke kanan dan kiri ku. Ternyata tidak hanya satu saja tempat untuk memarkir kendaraan, selain didepan gedung juga ada di samping gedung, Disana terlihat muda mudi yang juga masih memarkirkan motor dengan maksud berkunjung pada festival budaya melayu ini.
Jum’at tanggal 17 desember, Aku pergi ke rumah adat melayu bersama teman-temanku, setelah memarkir kendaraan, aku pun langsung bergegas menuju keramaian di gedung rumah adat melayu tersebut. Aku mengelilingi seluruh stand yang ada pada acara festival seni budaya melayu yang disingkat dengan FSBM, aku pun melihat-lihat banyak barang yang dijual disana, antara lain baju batik,baju anak, gelang, dan masih banyak lagi barang yang menurut teman-teman ku cukup menarik.
Saat mengunjungi FSBM ini, aku melihat bahwa antusias masyarakat itu kurang atau mungkin masyarakat telah mengunjungi jauh hari sebelum aku mengunjunginya, karena pada saat aku berkunjung di acara ini tidak banyak masyarakat yang ada untuk mamadati stand yang telah dipersiapkan oleh panitia, hanya ada 5 atau 6 orang yang memadati setiap standnya.
Selang beberapa menit disana, aku pun mendengar suara..
Dum durum dum dum…..
Bunyi suara gendang mengalihkan perhatianku, aku pun berjalan mencari dari mana arah bunyi itu berasal, ternyata saat itu juga bertepatan pada lomba vocal grup, balutan kain hijau dengan renda kuning yang berkilau menghiasi badan para vocal dan personil lainnya membut mata para penonton tertarik untuk melihatnya ditambah dengan indahnya suara yang keluar dari bibir manis para vokal tersebut. Entah dari mana asal grup ini,aku pun sampai lupa untuk menanyakannya, alaunan syair lagu daerah nan indah menghipnotisku untuk selalu memperhatikan gerak-gerik para vocal yang berkelok-kelok, dengan senantiasa diiringi oleh alat music daerah dicampur dengan alat music modern. Music nan indah dengan vocal nan elok dipandang mata, bagaikan seuntai bunga yang selalu mengalihkan pandangan bila bercampur dengan bunga lain, Begitulah perumpamaannya.

Sambil menikmati alunan music daerah, aku pun melirik jam yang melekat di pergelangan tangan ku, jam menunjukkan pukul 16.13 , tanpa ku sadari hampir 30 menit aku berdiri disana, kuperhatikan orang di sekelilingku, tenyata telah dipadati oleh orang-orang dari segala usia. Ada ibu-ibu yang sedang hamil, ada juga anak-anak yang berlari-lari di sekitar kerumunan itu. Sedang asyiknya aku melihat-lihat, temanku berbisik padaku
“ade eja san”
“mane”
“itu, yang pegang gitar”
“o,,iye”
“die ikod vocal grup kali ye”
“mungkin lah, liat jak bajunye tuch”
“iye lah, nanti kite Tanya ye”
“siip”
Setelah itu aku pun menghampirinya, eja mahasiswa fkip 2009 prodi bahasa inggris yang juga mengikuti lomba vocal grup yang diadakan dalam festival ini, sejenak aku terdiam untuk berfikir apa yang ingin aku tanyakan, karena aku pun tidak begitu dekat dengannya. Dengan nada sedikit gugup, aku memberanikan diri untuk mengajaknya berbincang sedikit.
“hey ja”
“hey”
“ngapain disini”
“ikod ini lah ni”
“udah nampil ke”
“udah”
“tadi bawain lagu ape”
“lagu daerah, kesini same siape san?”
“ade tu same kawan”
“o iye la”
“makaseh ja, duluan ye”
“oke oke”
setelah 15 menit aku berbincang, aku pun menghampiri temanku yang sedari tadi telah menunggu ku, lalu temanku mangajak untuk kembali melihat-lihat stand makanan yang ada pada festival seni budaya melayu ini, perutku pun mulai berbunyi, mungkin karena kelaparan, tidak menunggu lama, melihat penampilan bakso goreng aku pun langsung mengeluarkan uang sembari bertanya pada penjualnya,
“ibu, ini berapa bu?”
“1000 dek”
“kalau ini apa ya bu?”
“ini roti cane coklat, harganya Rp 7000, yang ini cane keju Rp 8000, dan ini cane coklat keju Rp 10.000 kalo mau beli silahkan duduk , nanati ibu masakkan ”.
“ya sudah bu bakso gorengnya saja 2”
“Rp 2000 dek”
“ini, terimakasih bu”
Akhirnya perutku telah terisi dengan bakso goreng yang cukup lezat rasanya, menurut temanku yang ikut makan bersamaku bakso ini kalau sedikit tidak enak rasanya, tapi kalu gratis dan banyak, pasti sangat lezat. Begitulah gurauan temanku padaku, aku pun tertawa sambil makan dan melihat-lihat stand yang ada.
Sebenarnya masih banyak lagi makanan yang ada, tapi makanan yang disediakan itu tidak instan, jadi aku harus menunggu hingga makanan itu tersedia dan siap untuk dimakan. Karena perutku masih merasa lapar, aku pun memesan makanan yang ada, yaitu roti cane.
Pada saat menunggu makanan tersebut, mataku tertuju pada sesuatu yang bergerak gerik di dalam sebuah aquarium yang membuatku penasaran. Sedikit demi sedikit.langkahku mulai mendekat pada aquarium tersebut. Ternyata di dalam aquarium tersebut terdapat kumpulan umang-umang yang berwarna warni dengan beraneka ragam gambar yang membuatku sedikit tertarik. Benar – benar unik kreativitas yang di jual seorang anak kecil tersebut, sehingga tak sedikit orang yang melihat binatang itu bergerak lincah. Tapi setelah melihat binatang itu berjalan lincah, aku mulai tertarik untuk membeli barang itu. Dengan santai aku bertanya kepada bocah yang sedanng memegangi aquarium itu,
“eehm.. Berapa ya harga 1 binatang unik ini ?”
“ 4000 kak, tapi kalo same rumahnye harganye 10.000 “
Dengan tersipu malu aku berkata “ duh, uang kakak tak cukop, lain kali jak ye “
“ ndak ape kok kak, carila lok uang tok belinye”
“ hahaha,pandai ngelawak gak rupenye”
“Sreeeeeettt..”
“bunyi ape tuh” kata seorang temanku.
Uuuppssh, ternyata bunyi itu berasal dari perutku. Dengan segera aku mengajak teman – temanku kembali ke tempat makanan yang ku pesan tadi dan segera meninggalkan tempat ini.
Setelah sampai ke tempat makanan tadi, aku pun makan dengan lahapnya dan segera membayar makanan yang telah ku makan . Terisi lagi perutku dengan makanan lezat begitu juga dengan temanku. Tidak terasa waktu telah menunjukan pukul 17.30 dan sebentar lagi waktu magrib pun tiba, itu artinya aku harus segera melaksanakan perintah yang di atas. Dengan segera aku dan kawanku bergegas meninggalkan festival tersebut dan langsung menuju motor kami.
Karena rumahku sangat jauh dari tempat itu, dan sangat tidak mungkin untuk pulang jadi aku melaksanakan sholat magrib di rumah temanku. Setelah sholat, aku dan 2 orang temanku bergegas kembali menuju motor kami masing – masing. kami berkeinginan untuk kembali menyaksikan festival seni budaya melayu yang telah diadakan dari tanggal 13 desember lalu. Yang membuatku lebih semangat kembali ke tempat tersebut adalah percakapanku dengan seorang tukang parkir. Informasi yang ku dapat darinya bahwa malam ini ada sekelompok vocal grup yang berasal dari ibu kota akan menampilkan karya – karyanya. Vokal grup tersebut sudah tidak asing lagi yaitu “ DEBU “.
Setelah sampai di tempat tujuan, kembali aku dan teman – temanku melihat stand – stand yang sudah tidak asing bagiku sambil menunggu penampilan dari DEBU. Tak lama ku bercengkrama bersama kedua temanku, tiba – tiba terdengar di telingaku alunan lagu yang begitu familiar. Aku dan teman –temanku mendekati suara itu, ternyata yang ku tunggu – tunggu sejak tadi sudah muncul. Dengan perlahan – lahan aku makin mendekat agar terlihat lebih jelas, tapi sayang karena ramai aku dan temanku hanya dapat melihat vocal grup papan atas dari kejauhan. Tak terasa sudah cukup malam,dan aku harus pulang. Aku dan teman – temanku sangat puas menyaksikan festival seni budaya melayu, tidak sia-sia aku mengunjungi hingga larut malam.
Selengkapnya...

Debu di Malam Festival Seni Budaya, Tak nyangke...!!!

Oleh: Rayesti Dwitiya Pramundari
(NIM.F01109024) 

17 Desember 2010.
Pukul 19.30 WIB. Hujan belum juga berhenti. Walau tak begitu deras, namun dinginnya tetap membuat kulit mengkerut. Sempurnanya kondisi seperti ini dilewati dirumah dengan secangkir susu hangat ditambah satu teko lagi untuk persiapan, kaos kaki tebal, duduk di sofa empuk sambil menonton film “Sponge Bob Square Pants”, Cocok!! Tapi aku lebih memilih untuk menerjang hujan, pergi ke Rumah Melayu Pontianak hanya untuk mengerjakan tugas mata kuliah Bahasa Indonesia ku. Keren!!
Bersama tiga orang temanku, kami pergi mengendarai motor. Along, temanku melesat dengan MX nya, tentunya dia di belakang MX ku karena aku “kepala jalannya”. Di ikuti Eno yang posisinya juga di belakang ku. Sedangkan Aya, di boncengi oleh ku.
Kami memarkir motor di kantor BPS, tepat disebelah Rumah Melayu. Kemudian melangkah masuk ke Rumah Melayu melewati sebuah gerbang namun tak dijaga dua malaikat! Pemandangan nya sama saja dengan kemarin hari saat pertama kali aku mengunjungi festival ini. Begitu masuk, kita akan melihat sederet penjual bunga hias yang menunjukan keanggunan tanaman-tanamannya, orang yang berlalu lalang, tak begitu ramai, mungkin karena cuaca yang sedikit gerimis, kebanyakan orang yang duduk di tempat menjual makanan, mungkin sekalian berteduh, dan beberapa orang tampak sedang menikmati pameran lukisan di bagian atas Rumah Melayu. Aku hanya bergumam dalam hati, “Apa yang mau diceritakan ya...?”. Bingung.
Kami memutuskan untuk berkeliling melihat kondisi malam itu. Baru saja beberapa langkah kami memulai “ekspedisi”, terdengar bunyi sirine dari sebuah kendaraan. Orang-orang sontak berkata,” Debu..Debu..”. bunyi sirine itu terdengar mengarah masuk ke Rumah Melayu, aku mulai ngeh mendengar orang-orang menyebut,”Debu..Debu..”, karena temanku menjelaskan bahwa grup musik bernama Debu hendak “Mengguncangkan” acara malam ini. Kami pun bergeges menuju arah suara, juga orang-orang yang sedari tadi, datang lebih dahulu dari kami, yang menanti kehadiran Debu.

Saat kami sampai ke TKP, tak tampak tanda-tanda kehadiran personil Debu. Hanya ada beberapa mobil yang siap parkir. Oh, mungkin kami ketinggalan moment melihat artis keluar dari mobil, sayang sekali! Tak masalah, kami akhirnya memutuskan untuk menunggu performance yang mungin akan di tampilkan di pendopo yang sudah disiapkan. Kemudian mencari kursi kosong dan tidak duduk dengan tenang. Kondisi pendopo mulai ramai. Satu per satu kursi yang tersedia terisi oleh pengunjung, hanya menyisakan beberapa bangku kosong. Kami lantas berbincang-bincang, tidak menyangka akan menyaksikan Debu “mentas” di acara ini, malam ini.
Lalu datang lah satu orang temanku lagi, Fithra, yang memang ingin melihat-lihat kondisi festival malam ini. Dia duduk di depan kami. Kemudian larut juga dalam perbincangan sambil sebentar-sebentar menulis beberapa hal yang akan di jadikan bahan tulisan. Saat asik mengobrol, seorang bapak yang duduk di belakang kami menyapa dengan tiba-tiba.
“Ada Debu ya...?”
Kami menoleh kebelakang.
“Katanya sih ada, aku pun ada liat di koran tadi pagi katanya ada,” jawab temanku Eno.
“iya, emang ada. Tapi di koran tu tulisnya hari jumat tapi tanggalnya salah,” lanjutnya sedikit mengkritisi sebuah koran yang terbit tadi pagi.
“Iya sih aku ada liat di koran, tapi cuma liat hari jak ndak memperhatikan tanggalnya,” tambah Eno lagi.
Kemudian orang itu pun mengenalkan dirinya dengan nama ‘Bang Don. Lalu dia menanyakan beberapa hal yang kemudian dia memberikan data pribadi sekedarnya kepada kami. Dia tulis di buku catatan ku:

PRADONO-Bang DON
Pendiri Sanggar KIPRAH FKIP Untan (1987)
08125783943-0561 7966890
imel: pradono3@yahoo.com
fb: pradono singkawang (foto2 pribadi)
weblog: www.mengalir-bagai-air.blogspot.com
( karya2 puisi, cerpen, esai. dll. + foto teater)

Home : Jl. Adi(s) Sucipto Gg. H. Kasim/72 (samping koperasi KERTA/ blkg Taxi New ARDHA
dari UNTAN Imbon sebelum belokan BLKI

Kemudian dia, ‘Bang Don, sibuk dengan teleponnya.
Kami pun melanjutkan percakapan sambil sedikit mengomentari layar tancap, begitu aku menyebutnya, yang melayang-layang tertiup angin karena satu sisi ikatannya lepas, lalu diselingi dengan menulis untuk mencatat hal-hal penting yang mungkin akan kami tuliskan dalan tugas ini. Dilayar tancap itu, tampak dua orang yang dipaggil Pa’ Tue dan Pa’ Mude dengan khidmat membawakan lagu Sungai Kapuas dan Galaherang ditambah beberapa percakapan mengibur dan beberapa pantun yang melayu sangat, (kental dengan bahasa Melayu). Selang beberapa metit kemudian, satu orang dari belakang panggung masuk dan membisikkan sesuatu pada mereka. Sekejap kemudian mereka memberitahukan bahwa Debu akan “beraksi”.
Penonton mulai bereaksi, yang tadinya duduk manis di pendopo dengan sigap melangkah menuju arah panggung. Aku dan teman-temanku yang cukup bersemangat dengan adanya Debu pun mengikuti orang-orang melangkah menuju panggung. Satu orang personil Debu bernama Daud naik ke panggung. Orang-orang makin cepat mendekati panggung. Sebentar saja di sekitar panggung mulai padat dengan orang-orang yang ingin melihat Debu. Stan-stan di sekitar panggung pun mulai padat. Meskipun gerimis, namun daya tarik dari Debu membuat pengunjung festival ini tak urung untuk melihat, bahkan aku rasa adanya Debu merupakan nilai tambah untuk menarik pengunjung.
Lima orang personil Debu hadir dibantu, mungkin, oleh dua orang pemain tambahannya. Begitu lagu pertama dibawakan, antusiasme penonton makin tinggi. Orang-orang bertepuk tangan, kebanyakan orang terhanyut dalam permainan lagu yang dibawakan hingga tak segan-segan untuk berjoget dangdut walaupun lagu yang dibawakan bukanlah lagu dangdut. Ada yang merekam penampilan itu dengan kameranya, ada yang sibuk mengambil gambar dirinya sendiri, ada yang bergoyang riang, bahkan ada beberapa ibu yang memanjat sebuah kayu di sebuah stan untuk melihat penampilan Debu dengan jelas.
Aku memandangi sekitar. Beberapa polisi berjaga-jaga di bagian belakang penonton. Kondisi di sekitar panggung makin padat. Dari atas panggung, pembawa acara sempat meningatkan pada penjaga stan pameran agar tak meninggalkan stan nya begitu saja, “nanti ilang pulak sulam emas nye”, celetuk sang pembawa acara.
Aku dan teman-temanku mengikuti hingga lagu ketiga di bawakan. Aku sebenarnya masih ingin mendengarkan lagu-lagu yang akan di bawakan berikutnya. Namun aku urung karena hari sudah larut malam. Jam di ponselku menunjukkan pukul 21.30. Kami melangkah pulang.
Dibagian luar panggung ternyata pengunjung makin ramai dibanding saat aku datang. Pendopo masih ramai orang yang menonton dari layar tancap, begitu aku menyebutnya. Beberapa orang mengelilingi penjual mainan anak-anak, tempat penjualan makanan masih ramai, sedangkan bagian atas Rumah Melayu tempat pameran lukisan tampak sepi.
Aku, maksudku kami tak menduga bisa menyaksikan penampilan Debu secara langsung, manjadi suatu kesan tersendiri. Aku hanya berceloteh dalam hati, “Tak nyangke.....”
Selengkapnya...

FSBM VI Kalbar

Oleh: Venni Alvionita Punuf
(NIM.F01109003)

Saya datang ke rumah melaya yaitu pada hari jumat tangal 17 desember 2010 sekitar pukul 10.00 WIB. Itu adalah pertama kalinya saya ke situ karena sebelumnya saya tidak pernah ke situ dan baru tahu kalau itu rumah melayu sebelumnya tidak tahu bahwa itu rumah melayu paling hanya lewat saja. Saya datang dengan teman saya kami bertiga, saat kami datang belum ada kegiatan yang ada, kami berjalan dan melihat ada tanaman bunga yang bermacam-macam yang ada pas di depan kita pertama masuk kerumah melayu dan juga kami melihat orang yang berjualan pakaian yang berada pas disamping rumah melayu pas kita masuk. Dan kami berjalan lagi ke samping kiri rumah melayu, sebenarnya kami ingin masuk ke dalam ruangan rumah melayu tapi dikarnakan ruangannya belum di buka makanya kami putuskan untuk berkeliling dulu melihat apa saja yang ada di sekitar rumah melayu. Kami berjalan dan aku terkejat pada saat kami berjalan aku ada melihat orang berjualan kerudung ada yang harga Rp 110.00 kami tidak masuk tapi kami hanya melihat dari luar saja.
Kami mulai berjalan lagi ke tempat di mana di situ ada rumah sebuah seperti rumah kecil yang mana setiap rumah kecil adalah stan setiap kabupaten yang ada di kalimantan barat isi yang ada di dalamnya adalah seperti menampilkaan seperti kerajinan tangan daerahnya masing-masing dan juga makanan daerahnya masing- masing. Itu pun belum semuanya di buka masih ada daerah-daerah yang di tutup tempatnya seperti daerah kapuas hulu dan sanggau. Saat kami sedang berjalan di sekitar rumah kecil yang dari daerah masing-masing tersebut kami melihat ada sebuah motor yang di hias yang warnanya kuning dan orange sangat bagus karena dia di kemas sedemikian mungkin indahnya seperti rumah. Ada beberapa keluarga yang berfoto di depan scooter kalbar itu nama motor yang di hias tersebut. Pas kami masih melihat pameran yang ada kami pun melihat ada orang bule yang masih mengetes alat-alat musiknya. Tapi saya tidak tahu siapa sebenarnya mereka, saya bertanya pada orang yang berada di sekitar situ. Siapakah yang akan tampi itu kata orang itu? orang itu bilang itu adalah grub debu. Lalu saya bertanya lagi mereka akan tampilnya kapan? lalu dia bilang mungkin setelah mereka selesai membereskan alat mereka dan mengetesnya. Kami ingin melihat mereka tampil, sambil menunggu mereka kami jalan-jalan melihat apa-apa yang ada di sekitar rumah melayu. Kami melihat orang berjualan pakaian, sendal, sepatu, dan pernak pernik lainnya seperti gelang dan brus. Kami juga melihat ada bermacam orang yang berjualan makan yang berasal dari ciri khas daerahnya masing-masing. Ada yang berjualan kerupuk basah dari kapuas hulu, juga ada yang berjualan miniman-miniman. Juga kami melihat ada sekelompok orang yang sedang siap-siap kaya mau tampil yang memakai baju dari daerah mereka, kami kira mereka mau tampi untuk nari tapi tenyata mereka itu mau tampil untuk perlombaan vokal grub. Yang mengikutinya saya lihat kayanya masih muda-muda. Juga pada saat kami berjalan kami melihat ada orang yang sedang membuat nasi kuning keliatannya enak sekali, tapi kami tidak mencobanya karena tidak berani.

Kami pun berjalan menuju ruangan rumah melayu yang berada di ruangan utama kami naik kesitu tapi pada saat itu tempat tersebut belum di buku, lalu kami bertanya pada orang yang berada disitu yaitu salah satu panitia yang barada di situ katanya bentar lagi baru di buka dan kami pun bertanya acara apa yang akan di lombakan pada hari ini katanya mereka akan ada vokal yang diikiti oleh sebelas kabupaten dari berbagia daerahnya masing-masing dan katanya mereka juga akan tampil dengan kostum sesuai daerahnya masing-masing. Dia juga menceritakan tentang pertandingan semalam yaitu pertandingan balas pantu yang mana acara sebenarnya berada di panggung tapi karena harinya hujan mereka jadi pidah kedalam ruangan. Lalu itu pun menceritakan tentang grub debu yang datang mereka pun akan tampil nanti katanya, dan dia juga bilang kalau pun hari hujan nanti mereka pun akan pindah kedalam ruangan ini. Lulu katanya kepada kami Tunggu saja katanya pasti sebentar lagi akan di buka ruangannya. Kami menunggu sampai ruangan itu di buka karena kami ingin melihat lukisan yang ada di dalam ruangan tersebut. Kami menunggu sambil duduk di kursi, serta melihat aktifitas yang dilakukan orang serta mendengarkan grub debu sedang mengetes alatnya merdu sekali bunyinya kedengarannya.
Ruangan dibuka kami pun melihat ada apa di dalam ruangan tersebut ternyata lukisan yang berbagai macam yang indah-indah. Lukisan tersebut disusun oleh beberapa panitia untuk di taruh di depan ruangan mereka menyusunnya dengan berhati-hati. Setelah mereka selesai menyusunnya barulah kami melihat lukisan tersebut benar-benar indah semuanya.
Saya lihat ada lukisan yang dilukis oleh Jairis, yang di lukisannya adalah karaton Aman Tubilah Mempawah Kabupaten Pontianak, dengan ukuran lukisannya 100 X 55. Sangat indah lukisannya dibuat sedemikian rupa mirip dengan bangunan aslinya. Sangat kagum sekali saya melihatnya, dan ada rasa penasaran di hati saya siapa sosok orang yang melukis begitu indahnya tapi kami tidak melihatnya karena mereka lomba melikis sudah tanggal 16, jadi kami tidak bisa ketemu dengan orang yang melukisnya tetapi hanya bisa melihat lukisannya saja. Bukan hanya itu saja lukisannya ada juga lukisan Dia yang lain yaitu dia melukiskan pantai kijing, Dia melukis benar-benar mirip seperti pantai kijing dengan ada baru-batunya Dia melukisnya juga ada jembatan yang separti mau menuju ke laut, juga ada seperti pondok kecil dan juga ada pohon kelapa. Saya yang tidak pernah ke pantai kijing setelah melihat lukisan tersebut merasa sudah tahu gimana kadaan pantai kijing. Dan gambarnya yang terakhir yang saya lihat adalah suasana pulau temajo, dia melukisnya memang seperti suasana yang sebenarnya karena saya melihatnya benar-benar gambarnya serasa nyata. Dia melukis suasana pulau temajo dengan seperti pantai yang ada jembatan yang menuju kelaut juga seperti ada pondok dan didepannya ada gunung-gunung sangat indah dan juga suasana yang dilukisnya seperti pada sore hari. Yang melukis ketiga likisan ini adalah orang yang mengikuti lomba melukis dari kabupaten pontianak.
Juga diantara lukisan yang berada disitu saya juga terkagum melihat lukisan yang dilukis oleh Supriono dia merupakan pelukis yang mewakili dari kabupaten kayong utara. Dia melukis desa sungai lubuk batu, lukisannya indah karena dia melukis juga seperti sebenarnya keadaan yang berada di desa tersebut yang mana dengan pohon yang berada di tepi sungai dan juga ada pondok-pondok kecil yang berada ditepi sungai dan juga ada gunung di depannya dan suasananya seperti yang digambar itu sejuk sekali rasanya berada di desa sungai lubuk batu tersebut. Masih banyak lagi lukisan yang ada di situ bagus- bagus semuanya lukisannya dan kebanyakan mereka pelikis melukis keadaan atau daerah yang menurut mereka bagus yaitu dari daerah mereka masing-masing.
Kami telah puas melihat lukisan yang ada di situ kami lalu pergi ke tempat panggung yang mana grub debu sedang mempersiapkan untuk tampil. Kami menunggu tapi tenyata mereka tidak tampil siang itu tetapi mereka tampilnya malamnya. Betepa kecewanya hati kami pada hal kami ingin melihatnya tapi kami tidak bisa melihatnya, karena kalau malam kami tidak bisa pergi lagi. Setelah tahu bahwa grub debu tidak tampil kami langsung pulang.
Selengkapnya...

Kamis, 30 Desember 2010

Pestipal Melayu Vokal Group

Oleh: Rani
(NIM.F01109028)

Pada hari kamis, 16 Desember 2010, kami mendapat tugas dari Dosen mata kuliah Bahasa Indonesia kami. Dia meminta kami untuk membuat cerita tentang Pestival Melayu yang diadakan pada tanggal 13 sampai dengan 18 Desember di Rumah Adat Melayu. Ketika diberi tugas rencananya saya mau langsung datang menyaksikan PestipalMelayu tersebut, tapi oleh karena cuaca yang kurang mendukung dikarenakan hujan jadi saya menunda dan rencanya malam besoknya saya datang menyaksikan Pestipal Melayu tersebut.
Pada malam berikutnya cuaca juga hujan tapi saya berpikir kapan lagi saya mau pergi melihat Pestipal Melayu kan waktunya tinggal dua hari lagi, nanti kalau saya tidak pergi malam ini saya malah ketinggalan acaranya. Saya menunggu hujan reda sampai habis Magrib tapi hujan belum juga reda-reda. Terus saya pergi ke Rumah Melayu dengan hujan yang masih gerimis-gerimis. Saya pergi dengan adik laki-laki saya.
Ketika saya dalam perjalanan aduh apes bagat malah lampu motor saya putus. Saya melanjutkan perjalanan sambil mencari bengkel, setelah berjalan kurang lebih 3 Kilometer saya baru ketemu bengkel, lalu saya bertanya kepada pemilik bengkel ;
“ Bisa ganti lampu motor pak?”
“ Yah lampu motornya udah habis dek”

Aduh pikir saya apes bangat malam ini, mana hujan, tugas banyak e....lampu motor putus lagi.....capek dhe....
Ketika saya mau melanjutkan perjalanan lagi terus bapak yang ada di bengkel bilang ;
“ Dek, didekat sini juga ada bengkel, adek jalan saja kira-kira 500 meter dari sini nah bengkelnya ada disebelah kanan dek ! ”
“ Makasih pak informasinya “.
Saya melanjutkan perjalanan sambil mencari bengkel yang dikasi tau ma bapak tadi. Saya ketemu bengkelnya terus saya hampiri tukang bengkelnya sambil berkata ;
“ Ada lampu motor ndak ? “
“ Ada mau yang harga berapa ? “
“ Emang ada harga berapa aja pak ? “
“ Ada 7000, 10.000, dan 12.000 dek mau yang mana ? “
“ Saya ambil yang harga 10.000 jak pak”.
Setelah lampu motor saya nyala, lalu saya melanjutkan perjalanan saya untuk melihat Pestipal Melayu tersebut. Pas acara untuk malam itu Vocal Group. Kira-kira kurang lebih 1kilometer saya mendengar suara musik yang meriah, saya pun jadi penasaran bagaimana si acaranya kok sepertinya seru. Setelah sampai ke Rumah Melayu saya pun langung menyimpan motor saya ditempat parkir, dengan pakaian yang sedikit basah dan kedinginan lalu saya masuk kedalam karena masih penasaran bagaimana kegiatanya.
Sebelum masuk saya sempat jalan-jalan melihat-lihat pameran yang ada, sambil melihat-lihat pameran saya bertanya kepada yang menjaga pameran Bros.
“ Bapak jualan dari mulai pameran ini dimulai ya “
“ Iya mbak “
“ Banyak ndak pak yang udah terjual ? “
“ Rumayan mbak, ya bisa dikatakan standar lah untuk acara-acara beginian “
“ Dari awal pestipal ini dimulai pengunjungnya selalu ramai ya pak ! “
“ Ya.... seperti yang mbak lihat sekarang lah, biasanya si mbak law ndak hujan agak ramailah dari sekarang “
“ O.......ramai ya pak “.
Terus saya pergi mencari tempat duduk siapa tau bisa duduk, saya masuk ke Pondopo dari situ saya melihat acara yang ada, di samping saya ada seorang bapak-bapak lalu dia menyapa saya ;
“ Suka dengar musik melayu ya dek ?”
“ Ndak juga pak, saya Cuma mau lihat-lihat saja, alnya saya dapat tugas dari Dosen saya pak untuk menceritakan acara yang ada di sini “
“ O.......... emang adek dari kampus mana ? “
“ Dari Untan pak, tapi saya di FKIPnya “
“ Adek jurusan Bahasa Indonesia ya ? “
“ Bukan pak, saya jurusan Ekonomi “
“ Jurusan Ekonomi kok disuruh bercerita, seperti bahasa Indonesia saja “
“ Kan Ekonomi juga ada Matakuliah bahasa Indonesianya pak “
“ Bapak juga dulu alumni dari FKIP dek, tapi saya jurusan bahasa Indonesia dek “
“ o........jadi kita satu kampus lah pak ! “
“ iya dek, o iya kalau bisa jangan panggil bapak alnya biasanya saya dipanggil Abang ma teman-teman saya, kan seperti pramuka dek bedanya Cuma law dalam pramuka semua dipanggil Kakak he.he.....”

“ Bagaiman menurut Abang acara malam ini ? “
“ Ya law menurut orang seperti saya si bagus semua dek, apalagi kan Melayu ciri khas bangsa kita “
“ Terus bang law acara vocal group ini biasanya lagu apa saja yang dibawakan ? ”
“ Biasanya si lagu-lagu yang bernuansa melayu lah tapi ada juga lagu-lagu yang bernuansa islami seperti sekarang ini dek “
“ Pesertanya dari daerah mana saja si bang yang datang ? “
“ Banyak dek, diantaranya ada yang asli Pontianak, dari Sambas, Ketapang, Singkawang. Untuk malam ini juga ada tamu dari grup Debu dek “
“ o.........ramai dong bang “
“ Ya rumayan lah walaupun cuaca hujan seperti ini tetap ramai “
“ makasih ya bang informasinya, saya mau lihat-lihat lagi yang lainnya “
“ Oh iya dek “.
Setelah berbincang-bincang dengan dengan Abang alumni bahasa Indonesia tiba-tiba para pengunjung bersorak, eh ada Debu...... debu ......debu.........mau tampil tu, jadi pengunjung pada kedepan. Group Debu ini berjumlahkan 11 orang dimana salah satunya ada anak kecil yang bermain Biola, permainan Biolanya pun sangat bagus sepertinya dia sangat menguasai apa yang aka dibawakannya. Group ini membawakan lagu islami saya hanya mendengar satu lagu yang dibawakan oleh group Debu ini. Lagu yang dibawakannya menyentuh hati para pendengarnya apalagi saya lihat semua pendengar merasa terhibur dan mungkin rasa dingin pun tidak dirasakan lagi.
Sambil berlangsungnya acara tersebut ada dua orang ibu-ibu bercerita ;
“ Bagus ya suaranya !“
“ Iya bu’ apalagi tu lihat anak kecil yang main Biola pintar nya “
“ Aduh coba anak kita pintar seperti itu ya.......”
“ em......iya mana lucu, pintar, berani lagi dilihat masyarakat ramai “.

Saya tidak sampai habis mendengar cerita ibu-ibu itu karena waktu sudah larut malam dan saya harus pulang karena jarak antara rumah saya dan Rumah Adat Melayu cukup jauh hampir memakan waktu 40 menit.
Selengkapnya...

Ada Kejutan Dibalik Hujan

Oleh: Sri Yuniarti 
(NIM.F01109050) 

Jum’at 17 Desember 2010, tepatnya malam sabtu pukul 19.30 saya berangkat untuk mencari tugas Bahasa Indonesia. Ditengah hujan yang lumayan lebat, saya berangkat menuju ke rumah adat melayu bersama empat orang teman. Saya berangkat dari rumah tidak memakai jas hujan dan helm yang saya pakai tu basah kuyup karena waktu hari kamis, helm saya penuh dengan air hujan, jadi dari sebelum berangkat, saya sudah basah duluan.
Dalam perjalanan menuju ke rumah adat melayu, saya mengalami kejadian yang membuat jantung saya berdebar kencang (dag dig dug suaranya menguasai seluruh tubuh) dengan kecepatan 100 km/ menit, karena pada saat saya sedang asyiknya mengendarai motor, tiba-tiba ada getaran dan bunyi yang berasal dari dalam tas. Saya mencoba melihatnya, ada apakah gerangan sehingga ada getaran dan bunyi itu. Ternyata bunyi dan getaran tersebut adalah HP saya yang ada panggilan masuknya, walaupun sedang bermotor, saya langsung mengangkat telpon itu. Setelah beberapa menit saya mengangkat telpon, kemudian HP saya mau meluncur ke bawah dan ketika saya mengangkat tangan untuk memegang HP, kopling motor saya terlepas dan motor saya mati mendadak, hampir saja saya terjatuh. Alhamdulillah saya tidak terjatuh dan tidak terjadi apa-apa, namun yang terjatuh adalah HP saya, dan Alhamdulillah HP saya masih hidup. Saya kira orang yang nelpon tadi sudah matikan telpon, ternyata setelah saya ambil HP, orang yang nelpon tersebut masih berbicara dan kami melanjutkan perbincangan tersebut sambil menenangkan diri.

Setelah keadaan saya tenang, saya langsung melanjutkan perjalanan. Saya janjian dengan teman saya untuk pergi ke rumah adat melayu di kampus, saya nunggu di bawah pohon dekat photo copy sebrang parkiran FKIP. Beberapa menit kemudian, teman saya datang dan kami langsung pergi ke rumah adat melayu tersebut. Pada awalnya yang mau pergi ke tempat tersebut ada tujuh orang, tapi karena hujan, yang pergi hanya lima orang. Hujan tidak membuat kami menyerah untuk mencari tugas tersebut. Hujan yang lumayan membuat basah, membuat kami kedinginan, sampai-sampai bibir pun susah untuk berbicara. Jangankan saya yang tidak memakai jas hujan, untuk teman yang memakai jas saja masih kedinginan. Beberapa menit kemudian, kami sampai ke tempat tujuan. Sampai di parkiran, setelah memarkirkan motor di parkiran Badan Pusat Statistik, kami berjalan bersama-sama untuk masuk ke dalam lingkungan rumah adat melayu. Sambil berjalan, saya mendengar teman saya berbicara
“saya baca dikoran, katanya malam ni ada DEBU datang” kata eno
“iya benar, saya juga ada dengar DEBU mau datang ke rumah adat melayu” kata esti
“haaaaaaa... DEBU?? Mane DEBU,, along dak lihat DEBU..” kata saya
Teman-teman hanya tertawa mendengar ucapan saya. Saya masih bingung dengan DEBU yang diomongkan teman-teman. Setelah kami masuk ke lingkungan rumah adat melayu, teman-teman tidak membahas masalah DEBU lagi. Kami berjalan lagi sambil melihat pameran tanaman hias, saya menemukan satu tanaman yang tidak pernah saya lihat sebelumnya. Tapi saya tidak tahu nama tumbuhan tersebut, tumbuhan itu berwarna orange kemerah-merahan. Kami mengelilingi pameran tersebut, tiba-tiba ada beberapa mobil berwarna hitam dan mobil polisi yang masuk ke dalam lingkungan rumah adat melayu, dan ketika mobil itu suda parker, ada beberapa orang yang membawa alat-alat musik dari dalam mobil. Teman-teman saya mulai membahas DEBU lagi,
“eh DEBU datang..... DEBU datang....” kata esti
“eh..eh.. kite lihat DEBU yooook” kata eno
“DEBU tu ape b???” kata saya
“dek-dek masa’ dak tau dengan DEBU??” tanggapan dari kak aya
“DEBU tu penyanyi b” kata eno
“ooooooooooh penyanyi, along kire DEBU yang waktu musim panas.” Kata saya
“he..he..he.. teman-teman tertawa lagi”
Akhirnya saya tau DEBU itu apa, pembicaraan kami pun berakhir di situ. Kami berjalan menuju pendopo yang sudah berjejer kursi untuk penonton duduk, kami menuju kursi paling kiri dan kami duduk di kursi yang bagian kedua. Setelah kami duduk manis dan ngobrol, ternyata ada seseorang yang sudah agak berumur memperhatikan kami berempat yang asyik ngobrol tentang DEBU dan tentang tugas yang bakalan ditulis. Tiba-tiba abang tersebut mengajak kami ngobrol dan kenalan dengan kami.
“dek dari mana?”
“kami dari bermacam-macam daerah bang, ada yang dari Bengkayang, Sintang, Mempawah dan Ketapang. Ade yang name eno, esti, aya dan sri. Ni abang siape y????”
“abang pradono, kalau ade ape-ape atau mau perlu ape hubungi abang jak, abang dari Singkawang. Dak ade yang dari Singkawang k?”
“sekarang sich dak ade bang, tapi nanti ade nyusul ke sini”
“kalian kuliah di STKIP k???”
“ndak bang,, kami kuliah di UNTAN”
“kalian ini utusan dari BKMI k???”
“ndak bang,, kami ke sini ade tugas Bahasa Indonesia bang,, kami kuliah di FKIP bang.”
“kalian pendidikan Bahasa Indonesia k???”
“kami semue pendidikan ekonomi bang”
“dak ade yang pendidikan Bahasa Indonesia k????”
“ndak ade bang”
“kenal dak dengan ajeng Bahasa Indonesia???”
“ndak bang”
“kalau dengan anisa kenal dak???”
“anak 2009 k bang???? kalau 2009 sich kenal bang”
“abang pun kurang tau angkatannye. Waktu ada lomba baca puisi di aula FKIP tu abang ada. Abang dulunya juga kuliah di FKIP Bahasa Indonesia.”
“haaaaaaaaaaaa,, iye k bang??? Angkatan tahun berape bang????”
“angkatan ’87 dan selesainye tahun ‘91”
“itu b kami belum lahir bang”
“abang punya blog, buka jak, isinye ade karya-karya abang dan abang juga ada mendirikan sanggar kiprah. Kalau ada perlu hubungi jak nomor HP ”
Sambil ngobrol, abang tersebut memberikan buku kecilnya supaya kami mengisi atau menuliskan nomor HP dan alamat email, dan abang juga minta buku salah satu dari kami, bang pradono menuliskan namanya, alamat rumah, alamat email, alamat blognya, serta no HPnya.
Setelah lama kami ngobrol dengan bang pradono, beberapa menit kemudian teman yang nyusul tadi ada SMS “long sekarang di mane? Saye sekarang dah masuk di rumah adat melayu” eh ketika saya mau balas SMSnya, saya berdiri dan pas waktu saya mau kirimkan SMS tadi, eh tiba-tiba teman tersebut dah ada di belakang saya. teman itu duduk di kursi yang kosong di depan kami. Sambil kami menuliskan alamat email dan nama kami di buku bang pradono, kami mengenalkan fithra ke bang pradono.
“eh bang ni teman kami dari Singkawang”
“eh Singkawang tok???”
“Singkawang pak”
“eh panggil abang jak biar lebih akrab, kan orang melayu dak ade yang tinggi ataupun yang rendah. Siape tok namenye???”
“Fithra pak, eh salah bang”
Perbincangan kami dengan bang pradono terhenti, karena ada yang menelponnya. Di pendopo, kami sempat foto-foto. Tidak lama kemudian, orang-orang mulai masuk menuju panggung. Saya heran, apakah DEBU sudah datang??? Ternyata beberapa menit kemudian DEBU nampil di panggung. Awalnya kami duduk di pendopo untuk menonton DEBU bernyanyi, tapi teman-teman mengajak masuk dan melihat DEBU secara langsung.
“eh..eh..eh.. masuk yok, kite lihat DEBU lebih dekat dan secara langsung”
“ayok lah”
“fithra yok masuk, kite lihat DEBU labih dekat b”
Pada awalnya, fithra tidak mau masuk, tapi setelah melihat saya dan teman-teman menuju panggung, akhirnya fithra juga ikut. Ternyata di depan kiri dan depan kanan panggung tu ade MABM setiap kabupaten, yang saya lihat hanya Kabupaten Sintang yang tidak ada, yaitu hanya 13 MABM yang ada di situ. Kami semua masuk dan mencari tempat yang enak untuk melihat DEBU. DEBU mulai naik dan MC mulai memperkenalkan personil dari DEBU. Pas melihat DEBU, saya terkejut
“haaaaaaaaaaaaaa lau band ini sich along dah sering lihat di TV”
“itulah die, band ini dah terkenal di mane-mane b”
“he..he..he.. tapi along dak tau name bandnye”
“ha tau b die, cume namenye jak yang dak tau, masa’ sich dak tau dengan band yang dah terkenal di mane-mane”
Ternyata yang sering saya lihat itu, nama bandnya adalah DEBU. Saya tidak menyangka kalau saya bisa melihat langsung band DEBU tersebut. Saya sangat senang, saya masih tidak percaya kalau saya bisa lihat DEBU langsung, band international gitu lho. Malam itu seperti mimpi saja. Dengan keadaan yang basah kuyup, dingin, dan hujan rintik-rintik, kami menonton DEBU bernyanyi. Setelah dua lagu yang dinyanyikan DEBU, fithra mengajak kami pulang.
“yok balik yok, dah malam ni”
“belum b, satuuuuuu lagu lagi lah”
“tapi ni dah jam berape???”
“satu lagu lagi lah yyyyyyy, janji lah kalau dah selesai satu ni, kite langsung balik”
“iye lah”
Kami menunggu lagu yang ketiga, setelah itu kami langsung pulang ke rumah masing-masing. dalam perjalanan, saya masih tidak percaya dengan apa yang saya lihat tadi. Saya benar-benar tidak menyangka bisa melihat DEBU secara langsung.
Hanya sampai di sini lah yang bisa saya laporkan.
Selengkapnya...

Sabtu, 25 Desember 2010

Jatah Makan Siang yang Menggeramkan

Oleh: Moh.Agus Suparman
(NIM.F01109026) 

Hari Kamis,tanggal 16 bulan Desember tahun 2010 pada waktu menunjukan pukul11:00,saya pergi ke Rumah Melayu bersama Bustamil Arifin,Aris Valentino serta Salmah dengan menunggangi sepeda motor dengan dikepung percikan api neraka yang berasal dari langit selama perjalAnan yang cukup menyengat kulit.Namun,jika kaki sudah diayunkn dan tangan sudah menggenggam erat sebuah tekad demi menjalankan amanah tugas yang dosen berikan,percikan api neraka yang cukup menyengat kulit yang hitam nan manis tidak menjadi penghalang bagiku dan tidak kuperdulikan lagi,dan tibalah kami di Rumah Melayu Pontianak sekitar pukul 11:15,sesampainya kami di depan tempat parkir pengunjung,dan kami langsung mengistirahatkan dan menitipkan tunggangan kami dengan biaya parkir naik seratus persen dari biaya parkir pada umumnya yang biasanya hanya seribu kini kami harus meguras dompet hingga dua ribu,perasaaan saya hanya heran tapi akhirnya memaklumi juga,karena momen-momen seperti ini jarang sekali diadakan,mungkin hanya setahun sekali,dan karena pengunjung dapat dipastikan pasti ramai ini dijadikan peluang pleh para tukang parkir,mungkin sih..
Setelah kupijakan kakiku di depan pintu rumah melayu terlihat olehku dua orang penjaga pintu yang mengenakan pakaian yang rapi dengan ala melayu dan merekapun langsung menatapku,dan kami yang tengah dalam kondisi yang sedang kebingungan karena yang kami lihat adalah ruangan yang cukup luas itu dipenuhi dengan orang-orang dari berbagai kalangan,mulai dari kalangan pelejar,mahasiswa,tokoh-tokoh masyarakat baik laki-laki maupun perempuan serta dari kalangan masyarakat umum,namun rata-rata mereka yang datang adalah orang-orang melayu dan sebagian kecil orang dayak,saya dan kawan-kawan cukup kebingungan dan penuh pertanyaan apakah kami bisa masuk sementara kami baru datang dan acara sudah lama dimilai,dan juga kami datang tujuannnya hanya sebentar dan hany melihat-lihat apa-apa acaranya yang tengah diagendakan pada hari itu,dan kami langsung bertanya kepada penjaga pintu tamu yang mau mengikuti acara ini,rupanya memang betul sedang acara seminar sehingga kami ditanya olehnya”ada perlu apa dek”dan saya dan teman saya Bustamil menerangkan maksud kedatangan kami ketempat itu,dan setelah kami jelskan maksud kedatangan kami,akhirnya kami didiperkanankan masuk untuk mengikuti acara seminarnya,dan kamipun langsung masuk dan mengikutinya ,namun begitu mau duduk kami terpaksa harus mencari-cari kursi yang kosong dan juga letaknya kursi yang kosong yang tesembunyi diantara kerumunan barisan orang membuat kami bingung dan lumayan canggung karena hampir semua peserta yang sudah hadir tidak ada yang kami kenal dan juga kami harus menggeser-geser kursi karena kursi-kursi yang kosong tidak ada yang berjejeran namun hanya satu-satu.dan begitu kami sudah mulai duduk dan bisa konsentrasi tiba-tiba ada peserta ada yang protes karena dalam sesi pertanyaaan hanya di dominasin oleh kalangan tertrntu dan timbulah teriakan teriakan yang terlihat mengolok-olok yang cukup gaduh pula.Tak lama kemudian ada seorang gadis melayu yang lumayan ehmm datang dengan membawa sekotak penghilang rasa lapar dan penyejuk tenggorokan yang tengah gersang serta membawa senyuman yang membuat hati tersenyum dan langsung memberiaknnya kepadaku,suasana hati lumayan senang dan rasanya ingin langsung melenyapkan hidangan yang disuguhinya,namun langsung teringat olehku bahwa pada hari itu sadang tidak boleh makan dan minum karena saya waktu itu sedang melaksanakan ibadah Syaum sehingga hidangan yang sudah siap untuk dilenyapkan terpaksa harus kusimpan dalam tasku.

Suasana semakin lama semakin panas karena berbagai mahasiswa yang menyalurkan aspirasin ya dengan suara yang cukup lanatang dan mengkritik kinerja pemerintah daerah secara keras,namun tidak jarang juga yeng menyampaikan pendapat-pendapanya melaui suara yang lembut nan sopan dan ini banyak dari kalngan mahasiswa dari calon pendidik.Dari kalangan masyarakat juga membuat saya kagum karena banyak dari kalangan masyarakat khususnya masyarakat melayu dalam menyampaikan pendapat-pendapat mereka melalui pantun yang secara terlihat sepontan dari mulut mereka namun terdengar indah dan jelas.
Adapun topik-topik pembicaraan dalam seminar yang diadakan pada hari itu yaitu diantaranya potret melayu Kalimantan Barat:Dulu dan Kini denagan pembicaranya adalah Bapak M.Ali Nasrun,Dayak dan Melayu di Kalimantan Barat dengan pembicaranya Bapak Zinuddin Isman,M.Phil,”Pendidikan Melayu”di Kalimantan Barat Dulu dan Kini,Kepemimpinan Transformati dalm perspektif Melayu,dan juga Sosial Budaya Melayu Dulu dan Sekarang oleh Dr.Pabali H.Musa.Dalam seminar ini cukup tenang karena hampir semua peserta seminar sanagat antusias meskipun dari berbagai kalangan.Dalam hal politik para pembicara memberikan solusi bahwa untuk kedepannya mereka ingin masyarakat melayu mempunyai kader tersendiri yang memiliki kapasitas yang cukup dan juga mempunyai martabat yang dapat mengangkat martabat mayarakat melayu.Dalam segi ekonomi mereka menekankan pendidikan Kewirausahaan sebagai solusinya untuk semua pekerja dan juga Mendirikan pabrik produk akhir karet karena selama ini masyarakat Kalimantan Barat banyak memeiliki bahan baku karet namun belum mampu mengolahnya hingga produk akhir karena tidak adanya pabrik untuk mengolahnya yang seharusnya disediakan oleh pemerintah,sehingga masyarakat diharapkan mengutamakan dua hal ini sebagai solusinya,termasuk juga dalam hal budaya melayu itu sendiri,msyarakat malayu sendiri menginginkan Bahasa Melayu dimasukkan kedalam kirikulum pendidikan.karena mereka menganggap bahasa melayu di eraglobalisasi ini muali terasimilasi oleh budaya asing.Dalam hal yang lainnya juga dibahas,namun karena waktu tidak mengijinkan lagi untuk mengikutinya karena sudah menunjukan pukul 12 sementara masih banyak hal lain yamg perlu saya lihat di sekitar Rumah Melayu,dan akhirnya kami memutuskan untuk keluar dan disana kami lihat beragam lukisan lukisan indah seperti lukisan pemandangan di bawah kaki gunung palong Suka Dana yang berada di Kabupaten Kayong Utara dan juga lukisan Sungai Desa Lubuk Batu yang berada di Kabupaten Kayong Utara pula,dan masih banyak pula pemandangan yang lain yang cukup memanjakan mata yang melihatnya.Bukan hanyak lagi yang lainnya,di sekitar Rumah Melayu juga banyak stand-stand yang didirikan yang terdiri dari paemeran bunga-bunga yang beragam jenisnya dan dengan harga yang beragam pula,Baju-baju batik,anak-anak,minuman nminuman segar dan makanan segr sisp saji yang siap menggoyangkan lidah yang akan menikmatinya,sayang sungguh sayang kami tidak sempat mencicipinya karena keterbatasan waktu karena waktu iti kami harus kembali ke kampus kuliah lagi jam 12:30 sementara waktu itu waktu hampir menunjukan pukul 12:30 sementara kami belum salat dan juga saya harus menjemput kakak saya yang kulih di STAIN sehingga waktu itu benar benar terbatas untuk bisa melihat acara-acara lainnya. Dan juga disana terdapat berbagai stand yang menjual aksesoris-aksesoris yang sesuai dengan cirri khas yang ada di daerahnya dan setiap kabupaten mendirikan satand dengan barang dagangan yang berbeda.
Akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke kampus karena harus kuliah,sayang sungguh sayang padahal waktu itu waktunya untuk lounch dan kami pun sudah diceagahnya sebelumnya untuk menunggu makan siang” meskipun saya puasa tapikan bisa untuk berbuka puasa”,namun setelah ditunggu-tungu cukup lama belum nongol juga,sehingga dengan berat hati kami terpaksa meninggalkannya’’da da nasiku…”.ya namanya rejeki tidak dapat dipaksakan,sehingga kami melangkahkan kaki untuk pulang tanpa membawa makanan makan siang untuk berbuka puasa di rumah.Selama perjalanan pulang masih teringat akan itu dan hingga sampai ke kampus saya dan kawan kawan sangat geram karena sampai di kampus ternyata dosen mata kuliah kami tidak bisa datang,yaa…namanya juga bukan rejeki….,padahal ingin rasanya kembali ke Rumah Melayu.dan akhirnya kami hanya bisa merasa geram dan tertawa tawa dan kami pun harus mengikhlaskan semuanya.banyak hal yang saya dapat dari kegiatan seminar ini,terutama mengenai seluk beluk atau asal usul budaya melayu yang selama ni tidak pernah saya tahu dan juga asal usul Masyarakat dayak dan juga msih banyak hal lain yang bisa saya dapatkan terkait msyarakat melayu dan perkembangannya baik dari segi pendidikan,social bidaya,ekonomi,maupun politiknya.dan itu cukup membuat saya puas,karena para pematerinya memang berasal dari masyarakat melayu dan juga mereka memng mempunyai latar belakang pendidikan yang cukup tinggi dan saya rasa mereka sangat membidanginya,seperti ada salah satu darinya itu memeng memiliki latar belakang sejarawan dan ada juga yang mempunyai latar belekang pendidikan arkeolog.

SEKIAN..
Selengkapnya...

Seminar dan Debu di Rumah Melayu

Oleh: Soraya
(NIM.F01109061) 

Kamis,16 Desember 2010
Terik mentari pukul 10.10 memanggang tubuh kami saat menuju lokasi acara FSBM ( festival seni budaya melayu ) tepatnya di rumah adat melayu. Setelah sampai di tempat tujuan, kami pun turun dari sepeda motor kemudian memarkir motor kami di halaman kantor BPS ( biro pusat statistik ) Kalimantan Barat yang berada berdampingan dengan rumah adat melayu. Setelah memarkir motor kami pun berjalan berdua-dua karena kebetulan kami pergi delapan orang kemudian kami menuju rumah adat melayu untuk melihat apa yang terjadi di dalam sana.
Kami pun tiba di depan gerbang rumah adat melayu. Kebetulan aku dan teman sebelahku berjalan paling belakang. Saat kami hendak masuk, tiba-tiba abang parkir sekaligus juga termasuk salah satu panitia diacara FSBM itu menutup pintu gerbang.” kenapa ini, apa hanya orang -orang tertentu saja yang boleh masuk? tapi itu mustahil, pasti orang ini sedang bercanda,” pikirku. Beberapa detik kemudian pintu gerbang itu pun dibuka kembali oleh abang itu sambil nyengir tidak jelas, Kami pun berlalu memasuki halaman rumah adat melayu. Setelah berlalu agak jauh dari abang parkir tadi, aku berbisik ke telinga teman sebelahku. “Mau macam-macam dia same kita, nanti ku laporkan same bapak wali kota baru dia tahu rase,” kataku disambut gelak tawa teman sebelahku.
Kami delapan sekawan ini langsung menuju tempat acara berlangsung yang kami pun tidak tahu acara apa yang sedang berlangsung saat itu.
Tek, tek, tek, tek ....
Suara sepatu kami cukup membuat gaduh sehingga menarik perhatian orang disekitar kami. Setelah sampai di lantai atas tempat acara sedang berlangsung, ternyata saat itu jadwalnya acara seminar. Terlihat oleh kami orang-orang yang berada di dalam ruangan itu mereka menggunakan pakaian serba rapi. Ya iya lah wong orang mau seminar, jadi mesti rapi he,he.,he. Sejenak kemudian kami memperhatikan penampilan kami masing-masing dari atas sampai bawah. “Baju kite jak tak rapi, macam mane mau masuk ke dalam,yang ada nanti kite kena usir pula,” Komentar salah seorang teman kami. Tanpa komando kami pun menuruni tangga dan mengurungkan niat untuk masuk kedalam mengikuti acara seminar.

Kami bingung mau ngapain, tetapi beberapa saat kemudian kami memutuskan untuk keliling-keliling melihat pameran-pameran yang ada disana. Pertama kami mengunjungi stan tanaman hias. Disana cukup banyak jenis tanaman hias yang dipamerkan, ada anggrek, kaktus, dan masih banyak lagi tanaman hias yang lainnya. Harganya bervariasi,tergantung jenis tanaman dan besarnya. Lumayan mahal-mahal harganya, sekilas aku melihat yang paling murah harganya Rp15.000,00. “ Hmmm bisa dapat bakso satu mangkok plus minumannya ni,“ gumamku. Dasar anak ekonomi, perhitungan,he,he,he. Kami kemudian berpindah ke stan accesories dan batik. Bermacam-macam accesories yang ada disana, ada pin, gelang ,bross jilbab, dan masih banyak lagi pernak-pernik lainnya yang bagus dan lucu-lucu. Kami melanjutkan perjalanan, sasaran sekarang adalah stan yang menjual sepatu. Saat asyik melihat-lihat sepatu dan sandal yang tersusun rapi di rak, tiba-tiba kakiku terasa tertusuk sesuatu. “Auw,” aku sedikit terkejut. Setelah aku lihat, ternyata dua batang paku telah menancap disepatuku. “ Alhamdulillah, untung tidak langsung menancap kaki,” gumamku. Kami pun berpindah lagi dari stan-stan tiap kabupaten dan kota di Propinsi Kalimantan Barat yang bermacam-macam bentuk hiasan bangunan dan isi stannya yang bercorak melayu. Diantaranya ada stan Kabupaten Pontianak, Kubu Raya, Kota Pontianak, Kota Singkawang, Kabupaten Sanggau, dan kabupaten-kabupaten lain yang ada di Kalimantan Barat. Setelah capek kami pun memutuskan untuk pulang.

Jumat, 17 Desember 2010
Di luar sana masih terdengar rintik-rintik hujan membasahi bumi Khatulistiwa sejak dari siang tadi. Padahal sekarang jam di atas meja belajarku sudah menunjukan pukul 19.00. Tadi siang aku dan teman-temanku sudah berjanji malam ini pergi lagi ke rumah adat melayu untuk melihat lagi rangkaian acara FSBM apa yang diadakan malam ini. Sempat terpikir olehku ingin membatalkan janji untuk pergi ke rumah melayu ini, melihat sampai saat ini hujan belum juga reda. Hpku berbunyi tanda sms masuk. Segera ku ambil hpku dan membaca isi pesan tersebut, ternyata isi pesan tersebut adalah temanku ingin mengajakku berangkat, entah dapat dorongan dari mana, aku pun langsung bergegas berkemas-kemas untuk berangkat. Tidak lupa sebelum berangkat kami menggunakan mantel karena melihat hujan masih deras. Serasa seperti drakula pake mantel,hi,hi,hi. Sepeda motor kami melaju menerobos rintik-rintik hujan yang mencoba menghalangi kami. Beberapa menit kemudian kami pun sampai di tempat tujuan yaitu rumah melayu. Saat hendak memarkir motor di depan gerbang rumah melayu, tiba-tiba salah satu penjaga parkir disitu menyuruh kami memarkir motor kami di kantor Biro Pusat Statistik Kalimantan Barat. Kami pun manut saja karena melihat memang disitu sudah tidak ada tempat yang kosong. Kami memutar motor kami dan menuju kantor Biro Pusat Statistik Kalimantan Barat untuk memarkir motor, ternyata disana juga sudah menunggu tukang parkir sekaligus juga panitia acara FSBM. Kami turun dari motor kami dan menyimpan mantel kami. Singkat cerita, ternyata oh ternyata biaya parkirnya Rp2000,00. “Mahal juga,biase jak Rp1000,00 ,” pikirku.
Kami berempat langsung berjalan menuju rumah melayu ditemani gerimis malam. Niat hati kami ingin keliling-keliling dulu, namun saat berada di stan tanaman hias melihat-lihat bunga, tiba-tiba terdengar sirine berbunyi, kemudian disela bunyi sirine sekilas terdengar oleh telinga kami seseorang yang berada disitu berkata “ debu datang ( maksudnya band Debu ),”. Tak nyangke,” kata kami. Mendengar penuturan orang tersebut kami bergegas memutar haluan dan berjalan menuju sumber sirine. Kami menuju pendopo yang saat itu sudah ramai di penuhi orang termasuk para wartawan. Kami berempat ikut duduk disitu menunggu Debu manggung dan juga menunggu salah seorang teman kami lagi yang mau datang menyusul kami. Saat kami duduk manis di pendopo, tiba-tiba dari belakang seseorang menyapa kami. Sepertinya beliau adalah salah seorang wartawan yang ingin meliput acara FSBM saat itu. Kami pun berkenalan denganya. Nama beliau adalah Pradono. Setelah berbincang-bincang dengan beliau, ternyata beliau adalah salah seorang alumni mahasiswa Universitas Tanjungpura Fakultas FKIP Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 1987. Sekarang beliau tinggal di jalan Adi Sucipto Gg. H. Kasim No.72 . Menurut penuturan beliau, beliau adalah termasuk salah satu pelopor berdirinya Sanggar Kiprah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tanjungpura. Lama juga kami berbincang-bincang dengan beliau dan kami juga sempat tukar biodata dengan beliau supaya nanti jika ada keperluan mudah untuk saling menghubungi. Saat kami berbicang-bincang tidak lama kemudian teman kami datang dan langsung ikut gabung dengan kami.
Debu belum juga manggung. Untuk mengisi waktu kosong dan supaya penonton tidak merasa bosan, pembawa acara membuka acara tersebut. “ Siape kate kena ujan Debu ilang, nyatenye mereka uda ade di dalam,” kata pembawa acara. Sebelum Debu manggung, terlebih dahulu kami dihibur oleh Rahel atau yang biase dipanggil bebe’ dan pak mude, mereka menyanyikan lagu galaherang dan aek kapuas. Setelah pak mude dan bebe’ selesai menyanyikan dua lagu tersebut, bule-bule pun muncul. Orang-orang yang semula duduk di pendopo bergegas berdiri dan berbondong-bondong menuju panggung, tidak peduli dengan cuaca yang saat itu sedang gerimis. Tidak ketinggalan kami pun turut berdiri dan menuju arah panggung yang saat itu debu sedang manggung. “Hmm ketemu bule, ndak nyangke,hi,h,hi,” gumamku. Sebelum mendendangkan lagunya, pembawa acara berbicang-bincang terlebih dahulu dengan para personil debu menggunakan bahasa campuran,he,he,he. Salah seorang personil Debu tersebut ada yang masih bocah berumur 10 tahun, lucu banget. Kalau tidak salah dia tugasnya main biola. Personilnya ganteng-ganteng dan keren-keren,he,he. Ada yang bernama Salim, Mujahid, Abdullah,dan entah siapa lagi tu namanya, aku lupa.
Menurut penuturan pembawa acara Debu sudah dua kali manggung di Pontianak. Saat di sela-sela mereka mengecek alat musiknya, pembawa acara meminta salah satu personil Debu yaitu vokalisnya mengomentari kota pontianak. “ Pontianak kotanya cantik dan masyarakatnya keren,” komentar vokalis Debu dengan suara khas bulenya. “Malam ini berapa lagu yang ingin kalian nyanyikan?” tanya pembawa acara lagi. Mungkin sekitar sepuluh atau belasan lagu,” jawab vokalis Debu. Setelah peralatan mereka telah siap, tidak lama kemudian mereka mendendangkan lagu pertamanya. Orang-orang bersorak ceria dan menikmat lagu yang dinyanyikan oleh Debu. Kami berlima harus celengok sana celengok sini untuk melihat debu karena banyak payung yang mengawang-awang di udara. Maklum lagi hujan. Saking kesalnya karena tidak dapat melihat dengan jelas, terdengar teriak seseorang dari belakang. “Payung ooy, turunkan,” diikuti teletukan-celetukan lain dari orang yang berbeda. Tak ketinggalan teman sebelahku pun ikut menggerutu “ Aog,ape yang orang tu bawa payung segale, tak pengertan dengan orang lain yang nonton di belakang, buat suasana keroh jak” diikut anggukan kepalaku mengiyakan tanda setuju sambil tersenyum.
Lagu demi lagu kami dengarkan dengan seksama, tidak lupa kami berfoto-foto dan memfoto serta merekam Debu saat bernyanyi. Setelah lagu ketiga selesai, kami sepakat untuk pulang karena melihat hari sudah larut malam. Ketika berbalik badan menuju pulang ternyata kami melihat banyak polisi yang berjaga dan mengontrol berlangsungnya acara tersebut. Kami tidak tahu juga acara itu berakhir sampai pukul berapa. Kami pun langsung pulang menuju rumah masing-masing.
Selengkapnya...

Perjuangan Yang Tidak Membuahkan Hasil

Oleh: Juliana
(NIM.F01109044)


Pada hari sabtu 18 desember 2010, tepatnya pukul 03.00 saya bersama teman saya yang bernama Sapariah pergi ke rumah Adat Melayu untuk melihat kegiatan yang ada di Vestival Melayu. Sebelum kami pergi ke vestival tersebut kami mengikuti kegiatan Diklat dari pagi sampai siang, pukul 12.30 kami ada perkuliahan mata kuliah perbankan sampai pukul 02.00. kemudian kami kembali lagi ke Markas KSR untuk mengikuti diklat kembali sampai pukul 03.00.walaupun tubuh kami terasa lelah karena pada saat diklat kami ada praktek yang banyak menguras tenaga kami. Namun hal itu tidak menyurutkan tekad kami untuk pergi melihat vestival melayu. karena pada hari itu adalah hari terakhir vestival diadakan. Agar kami bisa mengerjakan tugas laporan jurnalistik mata kuliah bahasa Indonesia tanpa mengarang-ngarang cerita yang tidak sesuai dengan faktanya, namun kami tidak mau melakukan hal seperti itu. Itulah yang membuat kami rela mengorbankan bensin, waktu dan tenaga demi untuk menyaksikan sendiri keadaan yang ada di vestival melayu. kira-kira kurang lebih 15 menit kamipun tiba di tempat vestival.
Sesampainya disana kami bertemu dengan salah satu teman sekelas kami juga yaitu Anggena yang pada saat itu sudah mau pulang dari tempat vestival itu. Kamipun menyapanya tetapi anggena berkata “kegiatan vestivalnya sudah tidak ada hanya menunggu penutupan nanti malam dan sekalian penerimaan hadiah”. Kamipun yang sudah mau memarkirkan motor berhenti dan memutar arah untuk pulang namun saya dan sapariah berdiskusi terlebih dahulu apa tindakan yang akan kami ambil. Setelah lama berdiskusi kamipun memutuskan untuk pulang.
Adapun yang dapat saya ceritakan adalah kondisi tempat vestival itu yang saya lihat dari depan parkiran. Disana terlihat ada beberapa mobil yang diparkir di pinggiran jalan dan banyak sekali motor yang tidak bisa dihitung dengan jari jumlah. Disana juga terlihat tenda-tenda, ada tenda khusus untuk tamu yang berkunjung dan ada tenda untuk barang-barang pameran. Didalam tenda tersebut terlihat tanaman yang berserakan setelah selesai pameran tanaman. Kemudian saya juga melihat rumah adat melayu bagian luarnya yang dihiasi seperti sebuah kerajaan melayu. Disana hanya ada beberapa orang yang terlihat berada di dalam tenda dan beberapa petugas parkiran. Hanya itu yang saya ketahui.

Pada hari itu juga saya bertemu dengan teman saya sri, yang pada waktu itu kami sama-sama mau kuliah perpajakan. Sebelum masuk kelas kami makan siang bersama. Pada saat makan, saya menanyakan tentang tugas bahasa Indonesia kepada sri. Dia memberitahu saya bahwa dia sudah pergi menonton vestival pada hari kamis siang. namun jum’at malamnya ia pergi lagi karena di ajak temannya untuk menyaksikan penampilan Debu yang kabarnya diundang untuk mengisi acara di vestival tersebut. Yang mana Debu adalah salah satu group band islami yang berasal dari Amerika. Mendengar cerita sri saya menjadi sedih karena Debu merupakan salah satu group band faporit saya.
Sri hanya bercerita tentang kepergiannya ke vestival untuk melihat penampilan debu. Namun saat saya menanyakan perihal lagu yang dibawakan Debu pada saat itu ia menjawab hanya menyaksikan penampilan Debu setengah saja dikarenakan tubuhnya sudah kedinginan setelah diguyur hujan pada saat pergi ke vestival. Dan untuk menghilangkan rasa penasaran saya tentang penampilan Debu malam itu sayapun memutuskan untuk mencari beritanya di koran.
Setelah saya membaca koran yang dapat saya ceritakan kembali adalah bahwa Debu tiba di Pontianak pada pukul 9.30 pada hari jum’at. Kemudian Debu para personil debu melakukan shalat jum’at di Masjit Mujahidin. Setelah selesai shalat para personil debu dibawa kembali ke tempat vestival yang sudah disiapkan acara penyambutan mereka. Personil debu tidak semuanya datang. Yang datang hanya setengah dari anggotanya saja. namun yang saya ketahui walaupun tidak semua personil debu yang datang tetapi setiap anggota debu bisa memainkan semua alat musik. Pada saat penampilannya debu membawakan lagu-lagu album mininya. Hanya itu yang dapat saya serap dari saya membaca koran (Pontianak post)
Sebenarnya saya mempunyai kesempatan untuk pergi ke tempat vestival pada hari sebelumnya, namun hal itu tidak dapat saya lakukan karena saya harus mengurus surat rekomendasi dari fakultas agar saya dan teman-teman saya satu kelas bisa mendapatkan data pajak asli daerah tiap-tiap kabupaten di Kantor Pajak Provinsi. Karena surat permohonan itu atas nama saya jadi saya yang harus bertanggung jawab mengurusnya di Akademik FKIP. Dari hari kamis sampai hari jum’at saya menunggu surat rekomendasi tersebut jadi namun karena terkendala Pembantu Dekan satu pergi ke luar kota maka kami tidak bisa mendapatkan tanda tangan beliau. Akan tetapi pihak akademik menyarankan kami untuk mengganti Pembantu Dekan satu dengan Kepala Tata Usaha yang pada saat itu beliau sedang ada bertugas dan bersedia memberikan tanda tangannya.
Namun setelah surat tersebut jadi kamipun pada hari jum’at langsung ke kantor pajak yang ingin kami tuju namun sampai disana kami tidak mendapatkan apa-apa dan ternyata kantor yang kami tuju salah. karena sibuk keluar masuk kantor pajak menyita banyak waktu saya, saya baru terin gat bahwa besoknya yaitu hari sabtu adalah hari terakhir vestival melayu diadakan.
Seandainya saya ditanya kenapa tidak pergi pada malam harinya? Alas an saya adalah karena rumah saya jauh di kakap, orang tua saya tidak mengizinkan saya keluar malam maklim karena kondisi jauh dan melewati tempat-tempat yang sepi dan rawan perampokan, selain itu kalau seandainya saya nginap dirumah teman pada kamis malam tidak mungkin karena kami semua baru diberi tau hari itu juga dan jum’at besoknya saya ada kegiatan diklat yang disertai dengan kondisi cuaca yang buruk.
Dan untuk malam penutupan saya hanya mendapatkan cerita dari teman saya yang kebetulan pergi ke vestival. Ia menceritakan bahwa ia pergi dengan kondisi hujan-hujan. Dan pada malam itu pengunjung sangat ramai sekali. Ia juga menceritakan ketika ia ingin pergi kelantai dua rumah melayu tersebut ia dilarang oleh panitia untuk naik keatas. Ternyata dilantai dua ada pameran lukisan maka dari itu ia dilarang masuk oleh panitia takut air yang menempel dibadannya akan terpercikan ke lukisan.
Hanya itu yang dapat saya ceritakan dalam laporan jurnalistik tentang vestival melayu. Dan saya juga mau minta maaf karena tidak bisa mengerjakan tugas ini sesuai yang diperintahkan. Seharusnya karangan ini berjumlah tiga lembar namun saya hanya bisa dua lembar. itupun ditambah cerita dari Koran dan cerita teman. Namun disini saya hanya mencoba untuk jujur.
Selengkapnya...

Kamis, 23 Desember 2010

Karangan Jurnalistik Festival Seni Budaya Melayu VI Kalbar

Oleh: Annis Ainul Mardiyah
(NIM.F01109020)

“Astaghfirullahhaldziiiiiiim……………”
Itulah kata pertamaku setelah mendengar tugas yang diberikan oleh dosen Bahasa Indonesiaku, Bapak Dedy Ari Asfar. Ku fikir hanya aku yang kaget mendengar tugas itu, ternyata seluruh kelas tampak berkeluh kesah dengan tugas yang diberikan oleh bapak. Karena tugas yang kami terima dari bapak memang sudah cukup banyak.
Awalnya bapak membuka koran Tribun Pontianak, lalu bapak membuka halaman terakhir pada koran tersebut. Kami merasa bingung dengan apa yang dilakukan oleh bapak.
“Ape pula yang dibuat bapak tuh?”
Kata seorang temanku heran melihat apa yang dilakukan oleh bapak. Aku juga masih tak lepas dari kerutan dahiku, sama-sama tak mengerti apa yang akan dilakukan oleh bapak. Setelah lama kami menunggu, akhirnya kebingungan kami mulai mendapat titik cerah.
“ Saya sedang membuka koran Tribun tentang Festival Seni Budaya Melayu”
“Saya ingin kalian meliput kegiatan FSBM tersebut dengan menghadiri kegiatannya”.
Kira-kira seperti itulah kalimat yang keluar dari mulut bapak. Setelah itu, barulah kami sekelas mengerti apa yang sedang bapak lakukan dan kerutan dikeningkupun menghilang tanda mengerti. Tetapi bukan berarti kerutan di kening telah menghilang keheranan juga menghilang, melainkan kerutan kening tersebut berubah menjadi kekagetan dan beban yang menjadi-jadi karena tugas tersebut. Tapi aku tak boleh hanyut dalam kekagetanku. Akupun bertekad untuk langsung mencari sumber informasi mengenai tugasku itu.
Jam mata kuliah Bahasa Indonesia pun selesai, bapak lalu menyudahi kegiatan perkuliahan pada hari ini setelah menandatangani DHK kami sekelas. Setelah bapak keluar aku meminjam koran yang tadi bapak baca. Akupun mulai mencari informasi tentang kegiatan tersebut mengenai tempat pelaksanaan kegiatan FSBM di koran. Setelah aku membacanya, akupun mengetahui dimana tempat kegiatan FSBM berlangsung, yaitu di Rumah Adat Melayu Kalbar di Jl. Sutan Syahrir Pontianak. Sebenarnya aku ingin langsung pergi ke rumah adat tersebut, namun karena pada sore harinya aku ada kegiatan melatih vokal group adik-adik tingkatku di kampus, maka akupun mengurungkan niat untuk langsung pergi kesana.

Agar tak membuang-buang waktu lagi, keesokan harinya aku langsung pergi ke tempat tujuan. Tentunya setelah kegiatan perkuliahan selesai dan setelah aku pulang ke rumah terlebih dahulu. Dari koran aku mendapat informasi bahwa agenda yang aku bisa lihat adalah lomba vokal group dan lomba bertutur. Kebetulan sekali ada agenda lomba vokal group. Akupun semakin bersemangat untuk hadir ke sana mengingat aku sedang melatih vokal adik-adik tingkatku di kampus untuk acara puncak ulang tahun himpunanku yaitu HMJ PIPS.
Aku pergi bersama tiga temanku malam itu, meskipun turun hujan kami tetap bersemangat untuk pergi ke acara tersebut. Tentunya agar aku cepat mendapatkan informasi dan dapat segera menyelesikan tugas bahasaku. Dengan menggunakan mantel abu-abuku, akupun bersiap menunggang kuda besi ku menuju rumah adat untuk menyelesaikan tugasku.
Kira-kira pukul 19.30 kami sampai disana. Aku tak menyangka antusiasme masyarakat Pontianak mengenai FSBM ini sangat baik. Buktinya, meskipun turun hujan cukup deras, mereka tetap setia menonton dengan penuh semangat. Selain itu disepanjang jalan menuju ke rumah adat juga terlihat ramai dipenuhi kendaraan bermotor. Di sepanjang jalan juga terdapat pohon manggar yang ditancapkan di pinggir jalan yang menambah kemeriahan acara FSBM ini.
“Tiiiiiitttttt….. Tiiiitttttttt……Tiiiittttttt……”
Begitulah kira-kira bunyi klakson kendaraan yang lewat di depat Rumah Adat Melayu tempat kegiatan FSBM diselenggarakan. Disana memang cukup ramai, tampak tak banyak lagi tempat untuk memarkirkan kendaraan yang sangat melimpah malam itu. Akupun celingak-celinguk mencari tempat untuk parkir motorku dan temanku.
“Terus, ambil kanan mbak……”
Kata seorang tukang parkir yang menjaga dan mengatur tempat parkir kendaraan di tempat itu. Kami menitipkan motor kami di halaman Kantor Badan Pusat Statistik di sebelah rumah adat itu. Setelah kami mendapat tempat memarkirkan motor kamipun turun dan menyimpan helm di jok motor.
“Rp 2000,- mbak… Bayar dulu!”, kata si tukang parkir.
“Mahalnye gak bang, di kampus jak cuman Rp 500,-”, jawab temanku spontan.
“Kalo gitu parkir jak di kampus mbak”, lanjut si tukang parkir asal.
Karena tak mau memperpanjang masalah, akupun langsung membayar dan menarik lengan temanku yang masih bernafsu meladeni kata-kata tukang parkir itu. Sangat disayangkan di acara sebesar ini masih ada saja oknum yang dapat mencoreng nama Kota Pontinak ini sebagai penyelenggara FSBM. Bayangkan saja, apa kata peserta atau penonton daerah lain apabila juga diperlakukan seperti itu. Tentu dapat memberikan kesan buruk bagi Kota Pontianak serta FSBM.
Tak mau memikirkan masalah tadi, kami pun langsung meninggalkan tempat kami memarkir motor dan segera masuk ke kawasan rumah adat. Pada saat masuk ke halamnnya kami melihat bnyak tenda-tenda di sekeliling rumah adat.
“Tenda ape pula tuh, liat dulu yok…”, ajak temanku karena penasaran apa yang ada di dalam tenda tersebut.
Kamipun mulai melihat-lihat dan memasuki tenda satu per satu. Ternyata tenda-tenda tersebut adalah stand-stand pameran dari masing-masing daerah yang mengikuti kegiatan FSBM. Di masing-masing stand terdapat berbagai jenis pameran dari masing-masing daerah peserta. Ada yang memamerkan lukisan, buku, kerajinan aksesoris, dan masih banyak lagi yang lain. Konsepnyapun sangat menarik sesuai dengan kreatifitas masing-masing peserta. Untuk stand pameran Kota Pontianak didesain agak berbeda dengan tidak meninggalkan ciri khas Melayu dengan menggunakan konsep Keraton Amantubillah. Sedangkan stand pameran dari Kabupaten Kubu Raya meghadirkan nuansa biru dan putih sebagai cerminan ilmu pengetahuan. Selain memamerkan buku-buku bacaan, stand Kabupaten Kubu Raya juga menampilkan ikon Kubu Raya, yaitu beras lokal dan kerajinan aksesoris. Untuk stand-stand yang lain tak sempat kami masuki karena keburu penasaran mendengar suara tepuk tangan dan teriakan para penonton yang memadati halaman rumah adat tersebut.
“Prok….Prok……Prok……”, suara riuh penonton.
Suara itu semakin jelas terdengar setelah kami keluar stand. Setelah kami keluar dan menerobos padatnya pengunjung yang hadir, kamipun baru mengetahui apa yang menjadi penyebab kehebohan itu. Ternyata ada penampilan dari Group Debu yaitu group musik asal Amerika. Group musik ini terkenal dengan lagu-lagu islaminya. Group ini terdiri dari Salim (seruling), Dimas Ramadhan (gitar), Abdullah (biola), Daud (perkusi), Lutfi (gendang), Mujahid (bass), dan Mustafa (gambus dan vokal). Mereka membawakan lagu Mustafa Gemisinde dan Nyawa dan Cinta. Saat membawakan lagu Nyawa dan Cinta, Mustafa sang vokalis, menegaskan ada dua zat yang Allah S.W.T ciptakan.
“Setiap ada nyawa ada cinta, sebaliknya saat ada cinta pasti ada nyawa”, kata Mustafa.
Para pengunjung pun langsung memberi respon setelah mendengar kata-kata dari Mustafa dengan tepuk tangan dan teriakan-teriakan yang sangat keras.
Setelah selesai penampilan dari Group Musik Debu, acara lomba vokal group pun di mulai kembali. Aksi dari setiap kontingen juga tak kalah sambutannya dari Group Musik Debu tadi. Sebelas kontingen se-Kalbar mengikuti lomba adu vokal di tingkat seni vokal group, pada malam itu tanggal 17 Desember 2010 . Mereka yang ikut diantaranya, Kontingen Ketapang, Kubu Raya, Pontianak, Sekadau, Kabupaten Pontianak, Landak, Kayong Utara, Kapuas Hulu, Singkawang, Sintang, dan Melawi. Tiap Kontingen membawakan lagu wajib Balek Kampung ciptaan Zairin Achmad dan satu lagu pilihan daerah masing-masing. Tiap kontingen tampil dengan gaya masing-masing. Terutama kostum sesuai dengan daerah masing-masing.
Pada saat setiap kontingen membawakan lagunya, para penonton ikut larut dalam alunan suara penyanyi dan alunan musik dari pengiring tak terkecuali kami. Saking larutnya tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 21.30. Kami pun segera mengurungkan niat untuk melanjutkan tontonan kami mengingat rumah kami yang cukup jauh dari rumah adat tersebut. Kami pun pulang dengan perasaan puas karena telah mendapatkan hiburan yang jarang-jarang kita temukan di era modern ini.
Di perjalanan tak henti-hentinya kami membicarakan tentang penampilan vokal group dari setiap kontingen dan Group Musik Debu yang kami tonton tadi. Kamipun menebak-nebak kontingen mana yang akan menjadi juara sesuai dengan penilaian kami masing-masing. Tak ketinggalan juga kami membicarakan kreatifitas para kontingen dengan pendirian stand-stand yang memamerkan dan menjual banyak barang sesuai daerah masing-masing kontingen.
Setelah menonton Festival Seni Budaya Melayu Kalbar ke VI ini aku merasa sangat puas atas penampilan dari tiap-tiap kontingen yang mengikuti lomba tersebut. Aku pun mendapat banyak ilmu tentang bagaimana berolah vokal dan mendapat inspirasi dari aransemen yang ditampilkan oleh tiap kontingen untuk tim vokal group yang sedang aku tangani yang juga akan membawakan lagu daerah.
Beberapa hari kemudian aku mencari informasi mengenai kontingen mana yang meraih juara pada pelaksanaan FSBM dengan agenda lomba vokal group yang aku tonton. Ternyata yang mendapat juara pertama berasal dari kontingen Sintang. Tepat dengan dugaanku, aku sudah menyangka bahwa tim vokal group inilah yang akan meraih juara pertama. Selain memang suara mereka yang bagus, aransemen, pakaian, serta mimik wajah mereka pada saat di atas panggung memang tampak pas. Sedangkan posisi ke dua dan tiga di isi kontingen dari Singkawang dan Kabupaten Pontianak yang tak kalah bagusnya dari kontingen Sintang.
Meskipun kontingen yang menang itu sesuai dengan dugaanku, tetap saja ada sedikit kekecewaan yang aku rasakan. Hal ini karena daerah asalku, Kota Pontianak, tidak meraih juara dalam lomba vokal group ini. Tetapi walaupun tak mendapat juara, aku yakin mereka telah berusaha menampilkan yang terbaik. Akupun bermimpi, aku juga bisa ikut berpartisipasi menjadi peserta lomba vokal group dalam acara FSBM berikutnya dengan membawa nama kota kebanggaanku, Kota Pontianak.
Selengkapnya...