Kamis, 23 Desember 2010

Karangan Jurnalistik Festival Seni Budaya Melayu VI Kalbar

Oleh: Annis Ainul Mardiyah
(NIM.F01109020)

“Astaghfirullahhaldziiiiiiim……………”
Itulah kata pertamaku setelah mendengar tugas yang diberikan oleh dosen Bahasa Indonesiaku, Bapak Dedy Ari Asfar. Ku fikir hanya aku yang kaget mendengar tugas itu, ternyata seluruh kelas tampak berkeluh kesah dengan tugas yang diberikan oleh bapak. Karena tugas yang kami terima dari bapak memang sudah cukup banyak.
Awalnya bapak membuka koran Tribun Pontianak, lalu bapak membuka halaman terakhir pada koran tersebut. Kami merasa bingung dengan apa yang dilakukan oleh bapak.
“Ape pula yang dibuat bapak tuh?”
Kata seorang temanku heran melihat apa yang dilakukan oleh bapak. Aku juga masih tak lepas dari kerutan dahiku, sama-sama tak mengerti apa yang akan dilakukan oleh bapak. Setelah lama kami menunggu, akhirnya kebingungan kami mulai mendapat titik cerah.
“ Saya sedang membuka koran Tribun tentang Festival Seni Budaya Melayu”
“Saya ingin kalian meliput kegiatan FSBM tersebut dengan menghadiri kegiatannya”.
Kira-kira seperti itulah kalimat yang keluar dari mulut bapak. Setelah itu, barulah kami sekelas mengerti apa yang sedang bapak lakukan dan kerutan dikeningkupun menghilang tanda mengerti. Tetapi bukan berarti kerutan di kening telah menghilang keheranan juga menghilang, melainkan kerutan kening tersebut berubah menjadi kekagetan dan beban yang menjadi-jadi karena tugas tersebut. Tapi aku tak boleh hanyut dalam kekagetanku. Akupun bertekad untuk langsung mencari sumber informasi mengenai tugasku itu.
Jam mata kuliah Bahasa Indonesia pun selesai, bapak lalu menyudahi kegiatan perkuliahan pada hari ini setelah menandatangani DHK kami sekelas. Setelah bapak keluar aku meminjam koran yang tadi bapak baca. Akupun mulai mencari informasi tentang kegiatan tersebut mengenai tempat pelaksanaan kegiatan FSBM di koran. Setelah aku membacanya, akupun mengetahui dimana tempat kegiatan FSBM berlangsung, yaitu di Rumah Adat Melayu Kalbar di Jl. Sutan Syahrir Pontianak. Sebenarnya aku ingin langsung pergi ke rumah adat tersebut, namun karena pada sore harinya aku ada kegiatan melatih vokal group adik-adik tingkatku di kampus, maka akupun mengurungkan niat untuk langsung pergi kesana.

Agar tak membuang-buang waktu lagi, keesokan harinya aku langsung pergi ke tempat tujuan. Tentunya setelah kegiatan perkuliahan selesai dan setelah aku pulang ke rumah terlebih dahulu. Dari koran aku mendapat informasi bahwa agenda yang aku bisa lihat adalah lomba vokal group dan lomba bertutur. Kebetulan sekali ada agenda lomba vokal group. Akupun semakin bersemangat untuk hadir ke sana mengingat aku sedang melatih vokal adik-adik tingkatku di kampus untuk acara puncak ulang tahun himpunanku yaitu HMJ PIPS.
Aku pergi bersama tiga temanku malam itu, meskipun turun hujan kami tetap bersemangat untuk pergi ke acara tersebut. Tentunya agar aku cepat mendapatkan informasi dan dapat segera menyelesikan tugas bahasaku. Dengan menggunakan mantel abu-abuku, akupun bersiap menunggang kuda besi ku menuju rumah adat untuk menyelesaikan tugasku.
Kira-kira pukul 19.30 kami sampai disana. Aku tak menyangka antusiasme masyarakat Pontianak mengenai FSBM ini sangat baik. Buktinya, meskipun turun hujan cukup deras, mereka tetap setia menonton dengan penuh semangat. Selain itu disepanjang jalan menuju ke rumah adat juga terlihat ramai dipenuhi kendaraan bermotor. Di sepanjang jalan juga terdapat pohon manggar yang ditancapkan di pinggir jalan yang menambah kemeriahan acara FSBM ini.
“Tiiiiiitttttt….. Tiiiitttttttt……Tiiiittttttt……”
Begitulah kira-kira bunyi klakson kendaraan yang lewat di depat Rumah Adat Melayu tempat kegiatan FSBM diselenggarakan. Disana memang cukup ramai, tampak tak banyak lagi tempat untuk memarkirkan kendaraan yang sangat melimpah malam itu. Akupun celingak-celinguk mencari tempat untuk parkir motorku dan temanku.
“Terus, ambil kanan mbak……”
Kata seorang tukang parkir yang menjaga dan mengatur tempat parkir kendaraan di tempat itu. Kami menitipkan motor kami di halaman Kantor Badan Pusat Statistik di sebelah rumah adat itu. Setelah kami mendapat tempat memarkirkan motor kamipun turun dan menyimpan helm di jok motor.
“Rp 2000,- mbak… Bayar dulu!”, kata si tukang parkir.
“Mahalnye gak bang, di kampus jak cuman Rp 500,-”, jawab temanku spontan.
“Kalo gitu parkir jak di kampus mbak”, lanjut si tukang parkir asal.
Karena tak mau memperpanjang masalah, akupun langsung membayar dan menarik lengan temanku yang masih bernafsu meladeni kata-kata tukang parkir itu. Sangat disayangkan di acara sebesar ini masih ada saja oknum yang dapat mencoreng nama Kota Pontinak ini sebagai penyelenggara FSBM. Bayangkan saja, apa kata peserta atau penonton daerah lain apabila juga diperlakukan seperti itu. Tentu dapat memberikan kesan buruk bagi Kota Pontianak serta FSBM.
Tak mau memikirkan masalah tadi, kami pun langsung meninggalkan tempat kami memarkir motor dan segera masuk ke kawasan rumah adat. Pada saat masuk ke halamnnya kami melihat bnyak tenda-tenda di sekeliling rumah adat.
“Tenda ape pula tuh, liat dulu yok…”, ajak temanku karena penasaran apa yang ada di dalam tenda tersebut.
Kamipun mulai melihat-lihat dan memasuki tenda satu per satu. Ternyata tenda-tenda tersebut adalah stand-stand pameran dari masing-masing daerah yang mengikuti kegiatan FSBM. Di masing-masing stand terdapat berbagai jenis pameran dari masing-masing daerah peserta. Ada yang memamerkan lukisan, buku, kerajinan aksesoris, dan masih banyak lagi yang lain. Konsepnyapun sangat menarik sesuai dengan kreatifitas masing-masing peserta. Untuk stand pameran Kota Pontianak didesain agak berbeda dengan tidak meninggalkan ciri khas Melayu dengan menggunakan konsep Keraton Amantubillah. Sedangkan stand pameran dari Kabupaten Kubu Raya meghadirkan nuansa biru dan putih sebagai cerminan ilmu pengetahuan. Selain memamerkan buku-buku bacaan, stand Kabupaten Kubu Raya juga menampilkan ikon Kubu Raya, yaitu beras lokal dan kerajinan aksesoris. Untuk stand-stand yang lain tak sempat kami masuki karena keburu penasaran mendengar suara tepuk tangan dan teriakan para penonton yang memadati halaman rumah adat tersebut.
“Prok….Prok……Prok……”, suara riuh penonton.
Suara itu semakin jelas terdengar setelah kami keluar stand. Setelah kami keluar dan menerobos padatnya pengunjung yang hadir, kamipun baru mengetahui apa yang menjadi penyebab kehebohan itu. Ternyata ada penampilan dari Group Debu yaitu group musik asal Amerika. Group musik ini terkenal dengan lagu-lagu islaminya. Group ini terdiri dari Salim (seruling), Dimas Ramadhan (gitar), Abdullah (biola), Daud (perkusi), Lutfi (gendang), Mujahid (bass), dan Mustafa (gambus dan vokal). Mereka membawakan lagu Mustafa Gemisinde dan Nyawa dan Cinta. Saat membawakan lagu Nyawa dan Cinta, Mustafa sang vokalis, menegaskan ada dua zat yang Allah S.W.T ciptakan.
“Setiap ada nyawa ada cinta, sebaliknya saat ada cinta pasti ada nyawa”, kata Mustafa.
Para pengunjung pun langsung memberi respon setelah mendengar kata-kata dari Mustafa dengan tepuk tangan dan teriakan-teriakan yang sangat keras.
Setelah selesai penampilan dari Group Musik Debu, acara lomba vokal group pun di mulai kembali. Aksi dari setiap kontingen juga tak kalah sambutannya dari Group Musik Debu tadi. Sebelas kontingen se-Kalbar mengikuti lomba adu vokal di tingkat seni vokal group, pada malam itu tanggal 17 Desember 2010 . Mereka yang ikut diantaranya, Kontingen Ketapang, Kubu Raya, Pontianak, Sekadau, Kabupaten Pontianak, Landak, Kayong Utara, Kapuas Hulu, Singkawang, Sintang, dan Melawi. Tiap Kontingen membawakan lagu wajib Balek Kampung ciptaan Zairin Achmad dan satu lagu pilihan daerah masing-masing. Tiap kontingen tampil dengan gaya masing-masing. Terutama kostum sesuai dengan daerah masing-masing.
Pada saat setiap kontingen membawakan lagunya, para penonton ikut larut dalam alunan suara penyanyi dan alunan musik dari pengiring tak terkecuali kami. Saking larutnya tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 21.30. Kami pun segera mengurungkan niat untuk melanjutkan tontonan kami mengingat rumah kami yang cukup jauh dari rumah adat tersebut. Kami pun pulang dengan perasaan puas karena telah mendapatkan hiburan yang jarang-jarang kita temukan di era modern ini.
Di perjalanan tak henti-hentinya kami membicarakan tentang penampilan vokal group dari setiap kontingen dan Group Musik Debu yang kami tonton tadi. Kamipun menebak-nebak kontingen mana yang akan menjadi juara sesuai dengan penilaian kami masing-masing. Tak ketinggalan juga kami membicarakan kreatifitas para kontingen dengan pendirian stand-stand yang memamerkan dan menjual banyak barang sesuai daerah masing-masing kontingen.
Setelah menonton Festival Seni Budaya Melayu Kalbar ke VI ini aku merasa sangat puas atas penampilan dari tiap-tiap kontingen yang mengikuti lomba tersebut. Aku pun mendapat banyak ilmu tentang bagaimana berolah vokal dan mendapat inspirasi dari aransemen yang ditampilkan oleh tiap kontingen untuk tim vokal group yang sedang aku tangani yang juga akan membawakan lagu daerah.
Beberapa hari kemudian aku mencari informasi mengenai kontingen mana yang meraih juara pada pelaksanaan FSBM dengan agenda lomba vokal group yang aku tonton. Ternyata yang mendapat juara pertama berasal dari kontingen Sintang. Tepat dengan dugaanku, aku sudah menyangka bahwa tim vokal group inilah yang akan meraih juara pertama. Selain memang suara mereka yang bagus, aransemen, pakaian, serta mimik wajah mereka pada saat di atas panggung memang tampak pas. Sedangkan posisi ke dua dan tiga di isi kontingen dari Singkawang dan Kabupaten Pontianak yang tak kalah bagusnya dari kontingen Sintang.
Meskipun kontingen yang menang itu sesuai dengan dugaanku, tetap saja ada sedikit kekecewaan yang aku rasakan. Hal ini karena daerah asalku, Kota Pontianak, tidak meraih juara dalam lomba vokal group ini. Tetapi walaupun tak mendapat juara, aku yakin mereka telah berusaha menampilkan yang terbaik. Akupun bermimpi, aku juga bisa ikut berpartisipasi menjadi peserta lomba vokal group dalam acara FSBM berikutnya dengan membawa nama kota kebanggaanku, Kota Pontianak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar