Kamis, 23 Desember 2010

Berburu di Festival Seni Budaya Melayu Kalbar

Oleh: AalZulfari (al_el46@ymail.com) 
(NIM.F01109029)

Jam dinding di kamar saya berdetak tegang ketika saya lihat tepat pukul 08.00, mengingatkan salah satu agenda saya pada hari ini yaitu berburu kegiatan yang ada di Festival Seni Budaya Melayu.
Siur…siurr..siurrr…
Bunyi bercak air ketika saya mandi dan bersiap-siap untuk pergi ke Rumah Adat Melayu Kalbar yang lokasinya belum saya ketahui. Hari ini (Sabtu, 18 Desember 2010) saya akan meliput rangkaian kegiatan Festival Seni Budaya Melayu yang pada hari ini merupakan hari penutupan dari seluruh rangkaian kegiatan. Setelah selesai bersiap-siap, saya pun naik ke lantai dua rumah kontrakan saya dengan tujuan bertanya kepada teman-teman satu kontrakan mengenai lokasi Rumah Adat Melayu Kalbar. Tanpa basa-basi saya langsung melayangkan pertanyaan kepada teman-teman yang kebetulan sedang ngumpul.

“ Ade yang tahu Rumah Adat Melayu dimane?”
Spontan teman yang bernama Fikri menjawab, “di Kota Baru kalau ndak salah, lupa’ jua’ sih” dan teman satunya lagi bernama Arie menjawab “sebelum bundaran Kota Baru be…? Tahu ke…?”
“Dimane ye?” Saya bertanya kembali.
“Kau tahu jalan na’ ke PCC ke..?” dia bertanya balik.
“Tahu..”, jawab saya.
“Nah….dari jalan PCC ye kau lurus aja’, nante’ kau liat sebelah kanan sebelum bundaran Kobar”, ujarnya.
“Oh….ok lah, makkaseh bang Ri’ infonye”, tandas saya.
Sekitar pikul 08.45, saya langsung tancap gas menuju Rumah Adat Melayu Kalbar yang terletak tak jauh dari bundaran Kota Baru atau lebih dikenal Kobar. Setelah beberapa menit berkendara dan mencari-cari, Alhamdulillah akhirnya Rumah Adat Melayu Kalbar terpampang jelas didepan mata saya. Saya pun menghentikan sepeda motor saya tepat di seberang Rumah Adat Melayu Kalbar dan sempat bertanya dalam hati “Lho, kok sepi…?” sambil melihat-lihat kearah sekeliling Rumah Adat Melayu yang hanya ada beberapa orang dengan salah satu pintu pagar yang masih bergembok.
Beberapa detik saya terdiam dan mulai berfikir panjang, “ehm..apa yang harus saya lakukan?”. Akhirnya saya putuskan untuk memutar arah sepeda motor dan bertanya kepada abang-abang parkir yang ada di depan pagar Rumah Adat Melayu Kalbar.
“Udah buka bang?” Tanya saya kepada salah satu abang parkir.
“Udah, tapi kalau mau masuk parkir dulu”, jawabnya.
Tiba-tiba abang parkir yang satunya berbicara kepada saya, “ada lomba sampan de’ di Korem”.
“Oh..”, jawab saya.
Pernyataan abang tersebut kurang saya tanggapi karena saya belum mengetahui apakah lomba sampan tersebut masuk dalam rangkaian kegiatan Festival Seni Budaya Melayu atau tidak.

Saat masuk ke halamam Rumah Adat Melayu Kalbar, saya disuguhkan sebuah pemandangan ibu-ibu dan bapak-bapak yang sedang menyusun bunga hias hidup di stan pameran mereka masing-masing. Saya kemudian berjalan melihat-lihat bunga yang dipajang di beberapa stan dan berhenti di salah satu stan yang dijaga oleh seorang ibu yang sedang sibuk menyusun letak bunganya. Sambil basa-basi saya pun mengeluarkan sebuah pertanyaan,

“Hari ini penutupan ya Bu’?”
Ibu tersebut pun merespon, “iya, hari ini penutupan sampai jam 10 malam nanti. Mau cari siapa De’…?”Tanya ibu tersebut kepada saya.
“Ndak ada Bu’, saya cuma mau meliput kegiatan yang ada disini aja, ada tugas dari kampus”, jawab saya.
Setelah itu, saya mengalihkan pandangan ke Rumah Adat Melayu yang tepat berada di depan stan pameran bunga. Dengan hati yang begitu penasaran, saya kembali bertanya,
“Bu’ kalau naik ke rumah ndak apa-apa?”
“O iya ndak apa-apa, itu kan biasa tempat nonton lomba nyanyi, pantun dan lainnya”, jawab Ibu tersebut.
“Oh……begitu”, ujar saya sambil sedikit menganggukkan kepala.
“Kalau begitu saya mau naik kerumah untuk lihat-lihat dulu Bu’..”, saya pun pamit.
“O iya silahkan”, ujar Ibu.
Saya kemudian naik ke Rumah Adat Melayu dan hanya berjalan diselasar rumah karena pintu rumah masih tertutup rapat. Sesampainya di teras rumah, saya melihat ada jadwal Festival Seni Budaya Melayu yang tertempel pada dinding rumah. Saya mendekat untuk melihat jadwal tersebut dan mata saya tertuju pada jadwal tanggal 18 Desember 2010. Ternyata hari ini pukul 08.00 ada pameran bunga hias asli Kalimantan Barat dan pukul 09.00 ada lomba sampan yang dilaksanakan di Sungai Kapuas. Spontan saya melihat jam pada hp saya yang baru menunjukkan pukul 09.26 yang artinya lomba sampan baru saja dimulai sekitar 26 menit yang lalu. Hal ini membuat saya bergegas meninggalkan Rumah Adat Melayu Kalbar dan melanjutkan perburuan menuju Korem yang letaknya lumayan jauh dari Rumah Adat Melayu. Sesampainya di Korem, hanya pemandangan orang-orang yang sedang membuat taman dan beberapa orang lalu lalang yang saya dapatkan. Tak heran hal ini lantas membuat saya kembali bertanya-tanya dimana sebenarnya lomba sampan diadakan dan kemana saya harus bertanya. Tak lama kemudian ada seorang bapak yang sedang berjalan disekitar Korem, saya pun menghampiri bapak tersebut dengan maksud bertanya kepadanya.
“Lomba sampannya dimana ya Pak?”
“Katanya si dipindah ke Keraton De’, biasanya dari tahun ke tahun emang dari Korem startnya” jawab bapak.
Saat asyik ngobrol dengan bapak tersebut, tanpa disengaja saya dihampiri teman sekelas saya yang tentunya bertujuan sama dangan saya yaitu meliput kegiatan di Festival Seni Budaya Melayu Kalbar 2010. Coba tebak siapakah gerangan teman saya itu? Namanya Fitri Anggreani. Mungkin orang awam kurang mengenalnya tetapi untuk anak-anak yang kuliah di Program Studi Ekonomi angkatan 2009 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Tanjungpura tentu mengenalnya. Disaat yang bersamaan tiba-tiba seorang ibu setengah baya beserta 6 orang anak-anak yang mengikutinya menghampiri saya, Fitri dan bapak tadi. Ibu tersebut kemudian berkata,
“Dipindah dari Keraton start lombanya, tadi saya tanya dengan tukang parkir disana” sambil menunjuk kearah tukang parkir.
“Coba tanya lagi De’ tambahnya.
Saya dan Fitri kemudian bertanya kepada salah satu orang yang sedang merenovasi taman korem dan memang jawaban yang kami dapatkan adalah lombanya dimulai dari keraton. Kami pun melaju menuju keraton, namun sesampainya di Tol Kapuas kami melihat orang-orang berkerumun ditepian sungai Kapuas tak jauh dari tol. Akhirnya niat menuju Keraton Pontianak hilang seketika dan kami menyatu dengan kerumunan orang yang sedang menyaksikan lomba sampan yang ternyata beberapa meter dari Tol Kapuas adalah garis finishnya. Tak lama kemudian tampak dua buah sampan yang melaju kencang diiringi riuh sorak dan sorai penonton. Usut punya usut ternyata yang saya tonton adalah perlombaan terakhir di babak pertama. Tak kurang dari 15 menit saya berdiri di antara kerumunan orang serta tidak sedikit yang lalu lalang dan tak banyak yang saya dapatkan.
Setelah difikir-fikir, saya putuskan untuk mendekat kearah tenda juri dan pembawa acara yang letaknya kurang lebih 20 meter dari tempat saya berdiri dengan maksud mencari informasi lebih banysk lagi. Tanpa pamit dengan Fitri yang memang saya lihat sedang asyik mencatat, saya pun bergerak menuju kearah tenda juri dan pembawa acara. Semakin dekat saya menuju tenda semakin padat dan riuh juga penonton yang ada, ditambah lagi pembawa acara yang begitu semangat sambil membawakan beberapa buah pantun. Suasana disekitar tenda sangat bising, apalagi tak jauh dari tenda ada group musik lokal atau yang kita kenal dengan musik tanjidor yang membawakan beberapa tembang tempo dulu. Acara kembali dimulai untuk babak ke dua atau semi final yang di ikuti oleh 8 peserta dari berbagai kabupaten/kota, termasuk kabupaten daerah saya yaitu Kabupaten Sambas. Sekedar info bahwa Kabupaten Sambas adalah juara bertahan dalam lomba sampan yang artinya pada tahun sebelumnya Kabupaten Sambas adalah juara pertama dalam turnamen tersebut. Lomba pun dimulai dengan mempertemukan dua kabupaten/kota yang dibagi kedalam empat race.
Dimulai dari race pertama hingga race ketiga perlombaan berjalan aman-aman saja, tapi pada race ke empat yang mempertemukan Kabupaten Pontianak dengan Kota Pontianak diwarnai insiden dimana tim sampan Kabupaten Pontianak tertinggal jauh dari tim sampan Kota Pontianak. Ketika tim sampan Kabupaten Pontianak tiba digaris finish, pembawa acara mengumandangkan bahwa Kota Pontianak menjadi pemenang dalam race keempat tersebut karena memang tim sampan Kota Pontianak masuk garis finish jauh lebih dulu. Akan tetapi tim Kabupaten Pontianak melayangkan protes kepada juri dan panitia lomba dengan melambaikan tangan mereka seraya berkata “ndak sah…ndak sah”. Hal ini lantas membuat juri, panitia dan termasuk saya bertanya-tanya apa sebenarnya yang terjadi sehingga ada tim yang melakukan protes. Akhirnya panitia memanggil beberapa orang agar menuju tenda yaitu masing-masing ketua tim sampan yang berseteru, pengawas lintasan, juri dan beberapa keamanan yang terdiri dari satuan kepolisian.
Menurut penuturan ketua anggota tim Kabupaten Pontianak, pada awal race timnya memimpin terlebih dahulu, namun beberapa saat kemudian tim Kota Pontianak yang merasa tertinggal tiba-tiba menghimpit sampan mereka dari belakang. Akan tetapi hal tersebut tak dihiraukan oleh tim Kabupaten Pontianak dan mereka tetap melaju. Tak lama berselang kembali tim Kota Pontianak menghimpit sampan tim Kabupaten Pontianak bahkan salah satu anggota tim sampan Kota Pontianak memukul salah satu anggota tim Kabupaten Pontianak dengan menggunakan dayung sampan yang menyebabkan tim Kabupaten Pontianak memperlambat laju sampan mereka dan bahkan tidak berniat melanjutkan lomba, hal itulah yang menyebabkan mereka jauh tertinggal dari tim Kota Pontianak. Setelah mendengar penuturan dari ketua tim sampan Kabupaten Pontianak tersebut barulah saya mengetahui penyebab dari protes yang mereka lakukan. Ketua panitia akhirnya mengajak musyawarah pihak yang berseteru di surau yang terletak tak jauh dari tenda.
Terik matahari pun mulai terasa membakar kulit yang pada saat itu jam di hp saya menunjukkan pukul 11.29 yang artinya sebentar lagi memasuki waktu Zuhur. Saya sebenarnya berniat untuk menyelesaikan perlombaan sampan tersebut dengan harapan lebih banyak lagi yang akan saya liput dan tentunya akan memperpanjang cerita saya, namun apalah daya pukul 13.00 saya harus masuk kuliah tambahan mata kuliah perpajakan. Singkat kata saya pun bergegas meninggalkan kerumunan dan menuju rumah kontrakan tanpa membawa kabar siapa yang keluar sebagai pemenang dalam turnamen lomba sampan tersebut. Akan tetapi saya cukup puas dengan hasil liputan saya apalagi tim dari Kabupaten Sambas berhasil memasuki babak final, itu artinya tim sampan Kabupaten Sambas memiliki kesempatan mempertahankan gelar juara dalam turnamen dayung sampan di Festival Seni Budaya Melayu Kalbar 2010. Tak banyak yang bisa saya perbuat, sebelum pulang saya hanya sempat berdoa dalam hati semoga tim sampan Kabupaten Sambas bias menjadi juara lagi. A..min..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar