Rabu, 19 Januari 2011

Sampan Bidar di Bumi Khatulistiwa

Oleh: Fitri Anggriani
(NIM.F01109059)

Sabtu 18 desember 2010 sekitar pukul 09.00 Wib aku bermaksud mengunjungi rumah Adat Melayu Kalimantan Barat untuk meliput kegiatan perlombaan yang diadakan oleh Majelis Adat Budaya Melayu dengan nama Festival Seni dan Budaya Melayu VI dalam rangka memperingati dies natalis Majelis Budaya Adat Melayu Daerah Kalimantan Barat.
Kegiatan yang dimulai tanggal 13 desember dan berakhir tanggal 18 desember 2010 ini diikuti oleh seluruh Majelis Adat Budaya Melayu Cabang (MABM) yang berpangkalan di kabupaten yang tersebar di seluruh penjuru Kalimantan Barat kecuali Majelis Adat Budaya Melayu Kabupaten Sekadau. Peserta yang terdiri dari 13 kontingen tersebut mengikuti berbagai macam perlombaan yang berbau seni dan budaya Kalimantan Barat itu sendiri.
Adapun berbagai macam perlombaan itu antara lain Lomba syair gulung, Lomba betutor, Lomba lagu daerah melayu dan lain – lain sampai dengan yang terakhir adalah lomba sampan bidar yang diadakan di sungai Kapuas tepatnya di depan Keraton Kadariah Pontianak sebagai garis start. Dengan jarak sekitar 1 kilometer.
Lomba sampan ini ternyata cukup menarik antusiasme dari warga sekitar. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya penonton yang memenuhi “geretak” dan banyak pula penonton yang menggunakan sampan yang berjejer dibawah tol landak untuk menyaksikan perlombaan. Sesaat kemudian panggung tempat berteduhnya para juri hampir roboh karena banyaknya penonton yang lumayan banyak berada disebelah kanan panggung. Namun hal itu masih dapat dihindari dengan himbauan dari sang operator.

Pengamanan pun diperketat dengan bantuan Tim SAR, KPLP, dan satuan kepolisian dari Polda Kalimantan Barat sendiri. Pengamanan yang dilakukan tidak hanya diair dan tempat – tempat dekat panggung saja namun juga dari atas tol landakpun ikut diamankan. Karena pendukung dari masing – masing kontingen MABM ini pun sangat antusias dalam memberikan dukungan bagi tim kesayangan sehingga membuat suasana cukup ramai dengan teriakan dan tepuk tangan dari penonton.
Sesekali terdengar pekik sorak dari penonton yantg menyemangati tim unggulan mereka. Sempat terdengar oleh ku dua orang bapak – bapak berbincang – bincang memngomentari pertandingan yang sedang berlangsung.
“coba saja tim yang memakai kostum merah itu agak lebih cepat dan ketengah sedikit, pasti lah dia yang akan jadi pemenang” ucap bapak yang berbaju abu – abu.
“ya benar, sayangnya sang pengemudi salah mengambil alur” jawab bapak yang berbaju coklat tadi.
“yaps,,,benar sekali. Tapi juga tergantung dari start masing – masing sampan” timpal bapak berbaju abu – abu itu.
Perlombaan ini disusun dengan sistematis. Susunan yang ada yaitu berdasarkan dari undian masing – masing Majelis Adat Budaya Melayu Cabang. Adapun skema dari pertandingan sampan bidar tersebut adalah sebagai berikut :

1. Kabupaten Ketapang

2. Kota Singkawang


3. Kabupaten Sintang

4. Kabupaten Kayong Utara


5. Kota Pontianak

6. Kabupaten Kubu Raya


7. Kabupaten Landak

8. Kabupaten Pontianak


9. Kabupaten Sanggau

10. Kabupaten Kapuas Hulu


11. Kabupaten Bengkayang

12. Kabupaten Sambas


13. Kabupaten Melawi


Adapun system dari perlombaan ini menggunakan system gugur dengan putaran pertama dan kedua kemudian final. Pada putaran pertama diperlombakan dua atau tiga kontingen dengan race – race yang berbeda. Kemudian pemenang dari putaran peretama ini akan diikut sertakan dalam putaran kedua dengan race – race yang berbeda pula. Dan kontingen yang melaju pada putaran kedua adalah :
 Kota Singkawang
 Kabupaten Kayong Utara
 Kota Pontianak
 Kabupaten Pontianak
 Kabupaten Sanggau
 Kabupaten Sambas
 Kabupaten Melawi

Namun pada Putaran kedua disini terjadi sedikit konflik antara Kota Pontianak dan Kabupaten Pontianak. Dalam hal ini kontingen Kabupaten Pontianak mengajukan protes keberatan kepada dewan juri karena jalur start yang terlalu ditepi. Perdebatan ini akhirnya diselesaikan dengan cara musyawarah melalui penjelasan – penjelasan dari juru lintas,official, juru perahu dari kedua belah pihak yang berseteru dan satu orang juru bantu dari masing – masing pihak dihadapan juri. Dan hal ini tetap saja dimenangkan oleh Kota Pontianak.
“Dalam pertandingan ini kita harus junjung tinggi sportifitas bertanding. Karena dengan demikian secara tidak langsung akan membentuk karaktek budaya daerah kita,” komentar salah seorang juri dalam perlombaan ini.
Kemudian disisihkan lagi menjadi 3 peserta dan menyisakan Kabupaten Kayong Utara, Kota Pontianak dan Kabupaten Sambas untuk memperebutkan juara satu, dua dan tiga di putaran final.
Pertarungan dayung mendayung ini sungguh sangat sengit. Banyak kontingen yang gugur dengan jarak 1 km. Disini dituntut kecepatan dan kekuatan serta kekompakan para pendayung dalam mengendalikan sampan agar sampai kegaris finish dengan cepat. Dan terbukti dari beberapa putaran yang telah dilewati, kontingen Kabupaten Kayong Utara dapat melibas habis ke – 12 kontingen lain.
Hasil akhir membuktikan bahwa Kabupaten Kayong Utara sebagai pemenang pertama, disusul dengan Kota Pontianak sebagai juara tengah dan yang terakhir Kabupaten Sambas dengan juara ketiga. Tidak sampai disitu, juara harapan satu jatuh pada Kabupaten Melawi, harapan dua disabet oleh Kota Singkawang dan harapan ketiga jatuh pada Kabupaten Sanggau.
Gemuruh tepuk tangan dan sorak sorai penonton dan pendukung kabupaten Kayong Utara menyambut hangat kedatangan sang juara sampan bidar kali ini. Tersungging senyum yang lebar dari sang official kabupaten yang menjadi juara kali ini.
Disaat – saat terakhir perlombaan, Pak Harun Dasputra seorang peseni yang sudah melanglangbuana didunia kesenian mengungkapkan sedikit harapan kepada generasi muda Kalimantan Barat “jangan hanya berpangku tangan, kita harus terus menggali potensi budaya yang ada di Kalimantan Barat ini dan selalu berusaha untuk mengembangkan dan melestarikan seni dan budaya daerah kita”.

Menurut orang – orang yang aku temui, banyak hal positif dari diadakannya festival budaya melayu saat ini. Salah satunya adalah terbentuknya generasi muda yang mampu dan mau untuk melestarikan dan mengembangkan budaya melayu yang ada di Kalimantan Barat ini. Menguji jiwa sportifitas para generasi penerus bangsa. Salah satunya melalui lomba sampan bidar ini.

“Lomba sampan ini sangat disenangi oleh masyarakat. Selain sebagai pelestarian budaya melayu juga sebagai olahraga yang baik. Generasi penerus budaya Indonesia umumnya dan budaya Kalimanatan Barat khususnya harus mengetahui dan ikut melestarikan nya. Kalau tidak demikian siapa lagi, masa’ kami – kami yang sudah tua ini,” ucap salah seorang pedayung yang ku temui.

Sudah sewajarnya lah kita menghargai dan melestarikan budaya yang telah ada dari nenek moyang kita terdahulu. Dengan budaya lah kita hidup. Orang – orang yang paling hebat adalah yang menghargai budayanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar