Jumat, 28 Januari 2011

Kelelahan Berujung Manis

Oleh: Retno Wulandari
(NIM.F01109001)


Sore itu(17/10/2010) pukul 17.00 WIB Kota Pontianak diguyur hujan, aku sebel, kesel dan marah soalnya aku harus pergi ke Rumah Melayu. Tapi gimana mau berangkat kalau hujannya aja gak berhenti. Namun pada akhirnya tanpa menunggu hujan berhenti aku pun harus tetap berangkat menuju Rumah Melayu soalnya aku udah janjian sama kawan-kawanku untuk bertemu dan berangkat bareng didepan PCC pada pukul 19.30 WIB. Setelah pake mantel kok jadi kayak alien ya,,,,,hehehehehehheehheeh.... yach mau gimana lagi harus pakai mantel biar gak basah... brummmmmmmmmmmmmm aku pun melaju dengan kecepatan 40 Km/Jam menuju PCC. Saat sedang melaju tiba-tiba aku teringat pada sesuatu, dan saat aku mencoba mengingatnya,,,,,,Huwhhhhhhh tidakkkkkkkkkkkkk hati kecilku berteriak….. Motorku kan habis dicuci dan dipoles ehhhhhhh malah jadi kotor lagi dong gara-gara dibawa saat jalanan terkena hujan. Motorku jadi luluran pasir dech jadinya....

Setelah 15 menit menempuh perjalanan akhirnya sampai juga di depan PCC, tapi temen-temenku kok belum ada ya………….. daripada menunggu gak jelas aku pun menelfon Esti. Tut….tut…..tut…….tut…..terdengar suara yang menandakan kalau telfonku sudah masuk, dan kemudian terdengar suara dari ujung telfon “hallo, assalamualaikum,..”kata itu yang terdengar dari ujung sana yang tak lain adalah suara milik esti, “ia waalaikumsallam” jawabku…… “esti udah sampe mana” tanyaku.. “ini udah mau jalan no, eno ada dimana????” jawab esti seraya bertanya kepadaku, “ohhhh eno udah sampe di depan PCC nich, hujan-hujanan pake mantel warna biru” jawabku dengan sedikit rasa kesal karna aku harus menunggu lagi, “ya udah eno tunggu ya bentar lagi Esti nyampe” jawaban Esti membuatku sedikit tenang……Tapi tetap saja aku masih harus menunggu teman-temanku. Brummmmmmm tit……. Terdengar suara motor berhenti tepat dibelakang motorku, dan
tiba-tiba terdengar suara yang memanggil namaku, “eno!!!!!!!!!!!!!!!” setelah aku menoleh kebelakang ternyata itu suara Esti. Dan ternyata Esti datang bersama Aya dan Sri. Tapi ada yang aneh dari penampilan teman-temanku soalnya hanya Esti yang memakai mantel sementara Aya dan Sri tidak memakai. Sempat terlintas dibenakku “ya ampun apa gak dingin kok gak pakai mantel”. Tanpa pikit panjang kemudian kami pun berangkat menuju Rumah Melayu bersama-sama dengan menggunakan tiga motor.
“Aduh”……………gumamku saat dalam perjalanan, aku terkejut soalnya aku hampir saja menabrak mobil yang tiba-tiba berhenti tepat didepanku, tapi untunglah aku masih bisa menghindar dan melanjutkan perjalanan lagi. Aku terus melaju menyusuri jalanan yang basah karna perjalananku di iringi dengan air hujan yang masih saja setia menemani. Setelah sampai di depan Rumah Melayu kami berniat memarkirkan motor ditepi jalan tepat di depan Rumah Melayu. Tapi tiba-tiba seorang tukang parkir bilang “jangan parkir disini, parkir di BPS aja sana”…. Dengan sedikit kekesalan aku bersama kawan-kawan pun memutar motor dan menuju parkiran yang dimaksud oleh tukang parkir tadi, sesampainya di parkiran ternyata sudah banyak tukang parkir yang berjaga di tempat tersebut, sepertinya mereka tukang parkir yang sah karena mereka mengenakan tanda pengenal yang menunjukian kalau mereka merupakan panitia yang bertugas dibidang penjagaan motor, yah bahasa kerennya
adalah Tukang Parkir. Akhirnya kami pun memarkirkan motor, belum saja sempat turun dari motor aku sudah mendengar celotehan dari beberapa Tukang Parkir, “ enak kan dek parkir disini? Jadi motornya gak kena hujan, tenang dek gak akan hilang kok motornya,” begitulah ucapan para Tukang Parkir itu, tapi aku dan kawan-kawan tidak memperdulikan mereka, soalnya masing-masing sedang sibuk merapikan diri dan melepas mantel agar bisa masuk kekawasan Rumah Melayu terlihat lebih menarik..hehehehheheehe… lagi-lagi terdengar celotehan dari bibir Tukang Parkir “ ni dek no parkirnya! Bayarnya Rp2000,00 aja kok” Tukang parkir tersebut menghampiriku dan menyerahkan secarik kertas yang bertuliskan No Parkir, “kok mahal amat sich Bang” protes dariku, “mana ada mahal dek, kan motornya aman dek” Tukang Parkir tersebut membela diri, “ohh gtu ya Bang, trus bayarnya sekarang kah Bang??” aku bertanya seolah-olah aku tidak tahu bahwa sedari tadi Tukang
Parkir tersebut menunggu uang yang ku berikan, “ya iyalah dek” hanya itu yang terucap dari bibir Tukang Parkir tersebut, mungkin ia usah sedikit kesal padaku yang meladeninya dengan candaan yang tidak bermutu. Aku pun membayar biaya parkir tersebut yang kemudian diikuti juga oleh teman-temanku.
Saat hendak berjalan memasuki kawasan Rumah Melayu aku bertanya pada teman-temanku “kalian Cuma bawa jaket satu doing kah? Soalnya aku gak pakai jaket nich, tar aku basah donk..” mukaku juga menunjukan penyesalan yang mendalam karena aku bisa-bisanya lupa tidak memakai jaket, kan hujannya udah dari tadi sebelum berangkat. “aduh gak ada no..” jawab Esti. “aya juga gak ada no, Cuma ini aja yang dipakai” Aya ikut menimpali, sedangkan Sri hanya tersenyum, tanpa keluar kata-kata dari mulutnya tapi aku sudah mengerti kalau ia tak memiliki jaket lain kecuali yang dipakai olehnya. “ ya udahlah kalau gak ada, ayo kita masuk nanti keburu malam,” ajak ku kepada teman-temanku. Kemudian kami pun berjalan menuju Rumah Melayu dengan di iringi oleh rinai hujan.
Sesampainya didepan gerbang kami mendapati gerbangnya tertutup, sontak saja jantungku berdegup dengan kencang, aku sempat khawatir jangan-jangan kami semua tidak bisa masuk, padahal sudah berjuang keras untuk bisa sampai di Rumah Melayu. Aku pun bertanya kepada seseorang yang sedang berdiri didepan gerbang, “Bang kok ditutup? Kami mau masuk ni Bang” dengan nada tanpa rasa bersalah orang tersebut bergumam”oh,,, kalian mau masuk kedalam ke?” ia pun kemudian bergegas membuka pintu gerbang. Aku baru sadar ternyata kami tadi hanya sedang digoda oleh tukang jaga gerbang. Ketika sudah masuk ke area Rumah Melayu, “ eh masa dari tadi kita digodain ama tukang parkir ya? Aneh-aneh aja” tanyaku kepada teman-teman, tapi mereka hanya tertawa tanpa memberikan jawaban. Kemudian Aku bersama teman-teman berjalan menyusuri suasana malam di Rumah Melayu di iringi oleh rinai hujan yang tak kunjung berhenti, banyak stand yang menjual bunga-bunga yang disusun rapi
oleh pemikiknya, tapi ada yang aneh pada bunga yang mereka jual, karena bunga yang berwarna-warni tersebut ternyata hanyalah hiasan semata yang sengaja dipasang oleh sang pemilik bunga agar bunga yang ia jual terlihat lebih indah. Hal itu membuatku merasa geli sekaligus lucu. Aku bahkan sempat bertanya kepada Sri “sri liat lah bunga nya tu, masa pake bunga palsu” “hahahahahaaha lucu tapi no” jawab Sri singkat, tanpa memperdulikan keberadaan orang lain kami tertawa bersama. Wah ternyata asyik juga ya walaupun rinai hujan masih membasahi, tapi masih belum lengkap kebahagian yang aku rasakan karena sahabat ku tidak lengkap.
Saat sedang asyik menyusuri stand yang ada di Rumah Melayu tiba-tiba ada segerombolan anak-anak yang berlarian seraya berteriak “ Debu udah datang, Debu datang” sontak saja hal itu membuat kami berempat bertatap muka menunjukkan perasaan terkejut. “ ayo kita kesana” aku mengajak teman-teman untuk mengikuti anak-anak yang berteriak tadi. Aku melihat ada mobil polisi parkir didepan sebuah Pendopo, sepertinya anak-anak tadi tidak berbohong dan Pendopo tersebut juga dipenuhi kursi-kursi merah yang tertata rapid an sebagian besar sudah diisi oleh para penonton yang ingin menonton Debu.Kami pun berjalan menuju Pendopo yang sudah disediakan para panitia, kami pun duduk di kursi Pendopo seakan-akan kami ini tamu penting. Aku bahkan masih tak percaya kalau ternyata bisa melihat Artis sekelas Debu. Saat tengah asyik mengobrol tiba-tiba ada orang yang mengajak kenalan, dan sebuah perkenalan pun terjadi antara aku, teman-te,anku dan orang asing tersebut.
Tidak lama kemudian temenku yang bernama Fitra datang menyusul, ternyata ia datang karena sudah janjian sama Sri. Kebetulan Fitra bawa camera digital jadi kami foto-foto, tapi kecewa karena batrainya tiba-tiba habis, kemudian kami memutuskan hanya menggunakan camera HP saja.
Tidak lama kemudian Debu memulai aksinya. Aku bersama teman-teman kemudian ikut berdesak-desakan bersama para penonton lainnya untuk menyaksikan penampilan Debu secara langsung. Aku masih merasa tak percaya malam ini bisa melihat Debu secara langsung bersama para sahabatku. Perasaan bangga menyelimuti benak ku, bangaimana tidak bisa menyaksikan artis sekelas Debu adalah sesuatu yang sangat istimewa bagiku. aku pun juga tidak lupa mengabadikan penampilan Debu menggunakan camera HP milik ku. Aku bersama teman-teman juga sempat berfoto ria tanpa perduli apa yang dibicarakan orang disekeliling yang melihat kami dengan tatapan aneh. Namun aku hanya bisa menyaksikan penampilan Debu sebentar saja, karena waktu sudah menunjukan pukul 21.00 WIB. Jadi kami pun pulang dengan perasaan bangga. Malam yang indah, walau penuh penderitaan tapi berujung kebahagiaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar