Kamis, 06 Januari 2011

FSBM VI Kalbar

Oleh: Aris Maya Lisna
(NIM.F01109015)

Siang itu matahari bersinar dengan teriknya sampai terasa membakar kulit. Saya dan seorang teman saya yang bernama Wulan berencana untuk pergi ke Rumah Melayu yang mengadakan acara festival melayu. Acara tersebut diadakan selama satu minggu yakni dari tanggal 13 s.d 18 Desember 2010. Kami pun pergi menuju Rumah Melayu dengan menggunakan sepeda motor, selain untuk pergi melihat acara tersebut kami juga bertujuan untuk mengerjakan tugas yang diberikan oleh dosen bahasa Indonesia kami untuk membuat laporan jurnalistik tentang kegiatan festival melayu tersebut. Kami memeperoleh tugas tersebut pada hari kamis 16 Desember 2010 dan pada siang harinya kami langsung pergi untuk mencari laporan mengenai kegiatan festival melayu pada hari tersebut.
Sebelum pergi kami berdua pergi mencari makan karena perut kami sudah keroncongan, akhirnya kami pun makan di sebuah kantin yang tidak begitu jauh dari kampus. Kami makan dengan lahapnya, sambil makan kami merencanakan apa saja yang akan kami lakukan di Rumah Melayu nanti. Akhirnya kami pun selesai makan setelah selesai membayar makanan kami, kami menuju parkiran untuk mengambil motor dan kami pun siap untuk melakukan perjalanan.
Saat kami hendak berangkat tiba-tiba hp saya berbunyi,
Titit titit ….
Setelah saya periksa ternya teman saya Nunung. Dia mengatakan untuk menunggunya dan ingin pergi bersama-sama bersama kami. Kami pun akhirnya menunggu Nunung di gerbang Untan, cukup lama kami menunggunya belum lagi cuaca panas yang membuat kami kegerahan. Setelah cukup lama kami menunggu, akhirnya Nunung muncul juga.

“Huuuuuffft ,,,,, akhirnya”. Ujar kami berdua serempak.
Kami pun berkendara beriringan menuju Rumah Melayu.
Ditengah perjalanan kami bertemu dengan teman-teman kami yang lain, teryata mereka juga akan pergi ke Rumah Melayu. Kami pun pergi bersamaan menuju Rumah Melayu. Lalulintas jalan sangan macet pada saat itu, belum lagi rasa panas yang kami rasakan padahal pada saat itu baru pukul 10.20 namun rasa panasnya seperti sudah pukul 13.00 yaah…. beginilah akibat dari global warming dan juga karena kota kami merupakan daerah tropis.
Akhirnya sampai juga kami di tempat tujuan, namun sebelum pergi ke Rumah Melayu kami mampir ke kantor BPS yang letaknya bersebelahan dengan Rumah Melayu. Kami mampir ke kantor BPS dulu karena bermaksud hendak mengembalikan buku yang telah kami pinjam. Setelah selesai berurusan dengan kantor BPS kami pun berjalan menuju Rumah Melayu. Kata temanku untuk berhemat kami semua harus berjalan kaki menuju Rumah Melayu karena kami tidak perlu membayar parkir. Akhirnya kami pun berjalan kaki, dan motor kami semua ditinggalkan di parkiran kantor BPS karena tidak perlu membayar parkir.
“licik juga ya …”. Ujarku.
Kami pun serempak tertawa terbahak-bahak, sampai-sampai orang disekitar kami memperhatikan kami malu juga sih diperhatikan seperti itu.
Sambil berjalan kami memperhatikan suasana disekitar kami, saat itu pengunjungnya tidak terlalu ramai karena kami melihat hanya sedikit kendaraan yang parkir itupun merupakan kendaraan dari orang-orang yang membuka stand-stand dan mungkin juga panitianya. Akhirnya kami pun sampai di depan gerbang Rumah Melayu namun gerbangnya tidak terbuka lebar, tetapi hanya cukup untuk masuk satu orang saja. Tiba-tiba seorang ibu yang ada di depan kami berteriak untuk meminta tolong dibukakan pintu gerbang agar lebih lebar karena ia tidak dapat masuk dengan membawa barang dagangan yang begitu banyak di kedua tangannya. Seorang temanku yang ada di depan pun membukakan pintu untuk ibu itu.
“terima kasih …. “. Kata ibu tersebut
“iya bu, sama-sama “. Jawab temanku.
Akhirnya kamipun sudah berada di dalam, kami pun mulai melihat-lihat. Banyak sekali stand-stand yang didirikan di sekitar Rumah Melayu. Dibagian halaman depan ada stand motor mulai dari kendaraannya sampai suku cadangnya kemudian disebelah kirinya ada stand yang dari luar seperti pondok kami pun melihat-lihat didalamnya, ternyata didalamnya terdapat baju-baju daerah Melayu serta pernak-perniknya seperti barang-barang yang ada pada upacara pernikahan. Kemudian kami pun melanjutkan penjelajahan kami. Kami berjalan kea rah halaman sebelah kanan. Di sana kami melihat banyak sekali stand-stand yang memajang barbagai macam tanaman.
Kami pun mulai memasuki stand satu persatu, kebanyakan tanaman yang dipamerkan adalah kaktus, bunga anggrek, bunga delapan dewa, dll. Mereka memiliki banyak sekali macam-macam kaktus mulai yang berbunga maupun yang tidak. Mereka menjual kaktus tersebut dengan harga yang bervariasi yang menurut saya cukup mahal, namun untuk seorang pecinta tanaman terutama ibu-ibu harga tersebut tidak terlalu mereka permasalahkan. Kami juga melihat-lihat bunga anggrek yang mereka namun sayang, jenis anggrek-anggrek tersebut tidak banyak dan kami pun lupa untuk menayakan nama-nama dari anggrek tersebut. Jenis-jenis bunga delapan dewa yang mereka pamerkan pun tidak banyak sehingga kami hanya melihatnya sekilas saja. Kami pun terus menyusuri sepanjang jalan di depan stand-stand tersebut, tiba-tiba kami melihat stand yang menjual pakaian yang berada di stand paling ujung. Tetapi kami tidak melihatnya dengan lebih jelas, karena kami kurang berminat.
Kami berjalan berbalik, dan menuju Rumah Melayu. Kami menaiki anak tangga satu persatu untuk menuju pintu masuk Rumah Melayu tersebut, ketika kami melihat kearah bawah di kanan kiri tangga tersebut terdapat kolam kecil dan kami melihat beberapa ekor anak ikan emas yang sedang berenang kesana kemari. Ketika kami sudah sampai di depan pintu masuk utama kami membaca ada tulisan “Balairuangsari “ yang terletak di atas pintu masuk. Namun akhirnya kami mengurungkan niat kami untuk masuk ke dalam karena, sedang ada kegiatan seminar yang membahas tentang kebudayaan melayu. Menurut jadwal yang kami baca, pada tanggal 16 Desember tersebut ada agenda seminar namun kami tidak pergi untuk mengikuti seminar tersebut.
Setelah itu kami pun berbalik arah untuk turun, dan kami berjalan untuk mencari stand-stand lain yang belum kami kunjungi. Kemi berjalan menuju ke arah bawah Rumah Melayu tersebut ternyata di sana pun banyak sekali stand-stand yang didirikan mulai dari makanan, minuman, pakaian, sampai aksesoris. Stand pertama yang kami kunjungi adalah aksesoris kami pun mulai melihat-lihat aksesoris yang mereka jual. Macam-macam aksesoris yang mereka tawarkan seperti bros, gelang, cincin, pin, aksesoris rambut dll. Harga yang mereka tawarkan pun berbagai macam, mereka menjual barang-barang tersebut dengan harga dua kali lipat dari harga yang ada di pasar. Saya berfikir, banyak juga mereka menga,bil keuntungan.
Setelah puas melihat-lihat aksesoris kami pun menuju stand yang ada di halaman sebelah kanan Rumah Melayu, di sana kami menemukan berbagai macam stand seperti sepatu, aksesoris, pakaian, makanan, minuman dan kami juga melihat ada stand Koran Equator dipojok stand. Kemudian kami berjalan menuju stand pakaian dan melihat-lihat setelah ditanyakan harganya ternyata mereka menjual barang-barang tersebut dengan harga dua kali lipat dari harga biasanya akhirnya kami pun tidak berminat untuk membelinya. Kami pun berjalan ke arah stand yang menjual sepatu namun sepatsepatu tersebut tidak ada yang menarik, malahan saya melihat sepatu tersebut stok lama sehingga terlihat tidak menarik. Karena keasyikan melihat-lihat barang-barang saya jadi terpisah dengan teman-teman yang lain. Saya dan wulan akhirnya hanya berdua saja, sedangkan nunung dan teman-teman yang lain pergi entah kemana.
Kemudian kami berdua melanjutkan perjalanan untuk melihat-lihat lagi stand yang belum kami kunjungi yakni stand aksesoris. Setelah kami sampai ditempat tersebut kami sangat senang karena barang-barang yang mereka jual sangat menarik. Mereka mejual berbagai macam bentuk bros dan gelang dengan bentuk yang sangat menarik. Ternyata barang-barang tersebut dibuat dan dirangkai sendiri oleh penjualnya. Kami pun dengan tekun memperhatikan cara penjual tersebut merangkai Kristal-kristal tersebut dirangkai menjadi sebuah benda yang sangat menarik. Dengan cekatan penjual tersebut merangkai Kristal-kristal tersebut dan tidak membutuhkan waktu yang lama. Harga yang ditawarkan bervariasi sesuai dengan banyaknya Kristal yang dipakai untuk merangkai sebuah bros atau gelang. Akhirnya kami hanya bisa membeli barang yang paling murah, namun biarpun murah tetap menarik dan bagus.
Setelah puas berjalan mengelilingi Rumah Melayu, akhirnya kami memutuskan untuk pulang. Ketika hendak keluar dari pintu gerbang, kami teringat dengan teman-teman yang lain. Karena tidak menemukan mereka, kami memutuskan untuk pulang duluan dan memberitahu mereka melalui sms.
Dengan cuaca panas yang semakin menyengat karena hari sudah siang sehingga panasnya benar-benar terasa kami berdua pun berjalan kaki menuju kantor BPS yang berada disebelah Rumah Melayu untuk mengambil kendaraan kami. Dengan parkir di kantor BPS kami tidak perlu mengeluarkan uang Rp 2000 untuk membayar parkir. Kami pun pulang ke rumah masing-masing dan memikirkan pembuatan tugas bahasa Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar